KISAH ‘ALĪ BIN ABĪ THĀLIB
KISAH SAHABAT RASULULLAH SAW
Orientasi
‘Alī bin Abī Thālib (bahasa Arab: علي بن أﺑﻲ طالب, bahasa Persia: علی پسر ابو طالب) (lahir sekitar 13 Rajab 23 SH/599 M – meninggal 21 Ramadan 40 H/661 M) adalah khalifah keempat yang berkuasa . Dia termasuk golongan pemeluk Islam pertama dan salah satu sahabat utama Muhammad. Secara silsilah, Ali adalah sepupu dari Muhammad. Pernikahan Ali dengan Fatimah az-Zahra juga menjadikannya sebagai menantu Muhammad.
Sebagai salah satu pemeluk Islam awal, ia telah terlibat dalam berbagai peran besar sejak masa kenabian, meski usianya terbilang muda bila dibandingkan sahabat utama Muhammad yang lain. Ia mengikuti semua perang, kecuali Perang Tabuk, pengusung panji, juga berperan sebagai sekretaris dan pembawa pesan Muhammad, ia juga ditunjuk sebagai pemimpin pasukan pada Perang Khaibar.
Sepeninggal Muhammad, ia diangkat sebagai khalifah atau pemimpin umat Islam setelah Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Dalam sudut pandang Sunni, Ali bersama tiga pendahulunya digolongkan sebagai Khulafaur Rasyidin.
Di sisi lain, kelompok Syiah memandang bahwa ia yang harusnya mewarisi kepemimpinan umat Islam begitu mangkatnya Muhammad atas tafsiran mereka dalam peristiwa Ghadir Khum, membuat kepemimpinan tiga khalifah sebelumnya dipandang tidak sah.
Masa kekuasaannya merupakan salah satu periode tersulit dalam sejarah Islam karena saat itulah terjadi perang saudara pertama dalam tubuh umat Muslim yang berawal dari terbunuhnya Utsman bin 'Affan, khalifah ketiga.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai status Ali dan hak kepemimpinannya atas umat Islam, Sunni dan Syiah sepakat mengenai pribadinya yang saleh dan adil.
Riwayat Hidup
Kelahiran & Kehidupan Keluarga
Kelahiran
Ali dilahirkan di Makkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, ia dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa ia dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad ﷺ. Assad yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Makkah.
Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Muhammad karena dia tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Muhammad bersama istri dia Khadijah untuk mengasuhnya dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Muhammad sejak dia kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Masa Remaja
Ketika Muhammad menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Muhammad sendiri. Pada titik ini, Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Muhammad karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Muhammad hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu Muhammad. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Muhammad khusus kepada dia tetapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Muhammad harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari Muhammad kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zahir (eksterior) atau syariah dan batin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Kehidupan di Makkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Muhammad untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Muhammad. Dia tidur menampakkan kesan Muhammad yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Kehidupan Ali di Madinah
Pernikahan
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-Zahra, putri Muhammad. ia tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru'ul Qais.
Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata ia sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggungnya sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
Pertempuran yang diikuti pada masa Muhammad
Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Muhammad. Banyaknya Quraisy Makkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tetapi semua sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kukuh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Muhammad mengatakan:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta Allah dan Rasul-Nya pun mencintai dia. Allah akan membukakan dan memenangkan pertempuran ini melalui tangannya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan anugerah kehormatan tersebut. Namun, tenyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang terkenal jagoan dan pemberani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Peperangan Lain
Hampir semua peperangan yang terjadi ia ikuti kecuali perang Tabuk karena ia mewakili Muhammad untuk memimpin kota Madinah.
Setelah kematian Muhammad
Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Muhammad meninggal dnia. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah setelah kematian Muhammad. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Burut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada'), malam hari Muhammad bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang dikenal dengan nama Ghadir Khum. Hari itu adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudi a berkhutbah di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali bin Abi Thalib Dalam khutbahnya itu antara lain dia berkata: "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya".
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Muhammad, Ahlul Bait, dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Muhammad. Ada yang meriwayatkan setelah Muhammad dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Muhammad demi mencegah perpecahan dalam ummat.
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Sebagai khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, Istri Muhammad. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah telanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Muhammad ketika dia masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut. Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya.
Pembunuhan di Kufah
Pada tanggal 19 Ramadan 40 Hijriyah, atau 27 Januari 661 Masehi, saat sholat di Masjid Agung Kufah, Ali diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam. Dia terluka oleh pedang yang diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam saat ia sedang bersujud ketika sholat subuh. Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang Khawarij tersebut, ia malah berkata bahwa jika dia selamat, Abdurrahman bin Muljam akan diampuni sedangkan jika dia meninggal, Abdurrahman bin Muljam hanya diberi satu pukulan yang sama (terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak).
Ia meninggal dua hari kemudian pada tanggal 29 Januari 661 (21 Ramadan 40 Hijriyah). Hasan bin Ali memenuhi Qisas dan memberikan hukuman yang sama kepada Abdurrahman bin Muljam atas kematiannya.
Keluarga
Orangtua dan moyang
Ayah — 'Imran (sekitar 539 – sekitar 619). Lebih dikenal dengan nama Abu Thalib. Pemimpin Bani Hasyim. Salah satu pelindung utama Muhammad di Makkah. Terdapat perbedaan pendapat, utamanya antara kalangan Sunni dan Syi'ah, mengenai status keislamannya. Menurut Sunni, Abu Thalib tidak masuk Islam sampai akhir hayatnya, sementara Syi'ah memandang bahwa Abu Thalib adalah seorang Muslim.
- Kakek — Syaibah bin Hasyim. Lebih dikenal dengan 'Abdul Muttalib.
- Nenek — Fatimah binti Amr dari Bani Makhzum
Ibu — Fatimah binti Asad.
- Kakek — Asad bin Hasyim
- Nenek — Fatimah binti Qais
Pasangan dan keturunan
Artikel utama: Keturunan Ali bin Abi Thalib
'Ali menikahi delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra.[8][13]
- Fatimah (615–632). Putri bungsu Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid.
- Hasan (624–670). Menjadi khalifah selama enam atau tujuh bulan pada tahun 661.
- Husain (625–680). Menikah dengan Syahrbanu, putri Yazdegerd III, Kaisar Sasaniyah terakhir. Terbunuh dalam Pertempuran Karbala.
- Zainab (626–681). Menikah dengan sepupunya, 'Abdullah bin Ja'far bin Abu Thalib.
- Zainab As-Sughra (Zainab Kecil), juga dikenal dengan Ummu Kultsum. Menikah dengan Umar bin Khattab. Mahar untuk pernikahannya sebesar 40.000 dirham[14] dan mereka hidup sebagai suami istri pada tahun 638.[15] Tercatat Ummu Kultsum pernah memberikan hadiah parfum kepada Permaisuri Martina, istri Kaisar Romawi Timur Heraklius. Sebagai balasan, Martina menghadiahi kalung kepada Ummu Kulstum. Namun 'Umar yang percaya bahwa istrinya tak seharusnya ikut campur dalam urusan kenegaraan akhirnya menyerahkan kalung tersebut ke dalam perbendaharaan negara. Dalam sudut pandang Syi'ah, pernikahan antara Ummu Kulstum dan 'Umar adalah kisah rekaan.
- Muhsin. Terlahir mati.
- Khaulah binti Ja'far dari Bani Hanifah. Saat masyarakat Yamamah menolak membayar zakat sepeninggal Muhammad, Khalifah Abu Bakar memerangi mereka. Khaulah dan beberapa wanita lain ditawan sebagai budak dan dibawa ke Madinah. Saat sukunya mengetahui nasib Asma, mereka mendatangi 'Ali bin Abi Thalib untuk membebaskannya dari perbudakan dan melindungi martabat keluarganya. 'Ali kemudian membeli Asma dan membebaskannya, kemudian menikahinya.
- Muhammad bin al-Hanafiyah (637–700)
- Umamah binti Abi al-Ash bin ar-Rabi'. Ibunya adalah Zainab, putri tertua Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid. Ayahnya adalah Abu al-Ash bin ar-Rabi' dari Bani Abdu Syams.
- Muhammad al-Ausath
- Fatimah binti Hizam. Juga dikenal dengan Ummul-Banin. Berasal dari Bani Kilab.
- Laila binti Mas'ud
- Asma' binti Umais. Secara keseluruhan, Asma menikah sebanyak tiga kali dan 'Ali adalah suami terakhirnya. Suami pertama Asma adalah saudara 'Ali sendiri, Ja'far bin Abi Thalib. Suami keduanya adalah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
- Yahya
- Aun
- Ash-Shahba' binti Rabi'ah
- 'Umar
- Ruqayyah. Dikatakan mengungsi ke anak benua India dan mendakwahkan Islam di sana setelah Pertempuran Karbala.
- Ummu Sa'id binti Urwah
- Ummul Hasan
- Ramlah Kubra
- Mahabba binti Imru'ul Qais
- seorang putri, meninggal ketika masih kecil
- Ummu walad
- Muhammad al-Ashghar
Banyak keturunan Ali yang tewas terbunuh dalam Pertempuran Karbala. Keturunannya yang masih ada saat ini merupakan para keturunan dari Hasan dan Husain (anak Fatimah), Muhammad bin al-Hanafiyah (anak Khaulah), Abbas (anak Ummul Banin), dan Umar (anak Ash-Shahba').[8]
Keturunan Ali melalui putranya Hassan dikenal dengan Syarif, dan dari jalur Hussein dikenal dengan Sayyid. Sebagai keturunan langsung Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah. Keturunan Ali secara kesuluruhan dari para istrinya dikenal sebutan dengan Alawiyin atau Alawiyah.
Sumber : Google Wikipedia
ooooo O ooooo
KISAH ALI BIN ABI THALIB,
SEPUPU NABI MUHAMMAD YANG PERTAMA KALI MASUK ISLAM
Tim detikHikmah – detik Sulsel
Minggu, 05 Mar 2023 23:00 WIB
Jakarta –
Orang pertama yang menyambut dakwah Rasulullah SAW seusai mendapatkan wahyu pertama adalah istri Rasulullah, Siti Khadijah. Selain itu, ada pula sosok sepupu Nabi Muhammad SAW yakni Ali bin Abi Thalib.
Dilansir dari detikHikmah, yang mengutip buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, Ali bin Abi Thalib merupakan keluarga sekaligus laki-laki pertama yang menerima dakwah Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun.
Setelah Ali bin Abi Thalib, sahabat karib Rasulullah SAW sejak kecil yakni Abu Bakar menjadi orang selanjutnya yang masuk Islam. Kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah serta Ummu Aimah, seperti dijelaskan dalam buku Nabiku Teladanku karya Lutfiya Cahyani.
Sosok Ali bin Abi Thalib Secara Fisik
Menurut buku Biografi Ali bin Abi Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul Muthalib adalah anak paman Rasulullah SAW yang bernama Abu Thalib. Nasabnya dengan Rasulullah SAW yaitu pada kakeknya yang bernama Abdul Muthalib bin Hasyim.
Abdul Muthalib bin Hasyim memiliki seorang anak yang bernama Abu Thalib. Abu Thalib memiliki hubungan sebagai saudara laki-laki kandung dengan bapak Nabi Muhammad SAW yang bernama Abdullah.
Seperti diceritakan dalam syair yang dilantunkan Ali saat peristiwa Perang Khaibar, Ali sebenarnya memiliki nama lahir Asad yang berarti singa. Nama tersebut merupakan pemberian dari sang ibu sebagai bentuk kenangan dari bapaknya yang bernama Asad bin Hasyim.
Dalam buku Ali bin Abi Thalib RA karya Abdul Syukur al-Azizi, sifat fisik Ali bin Abi Thalib digambarkan sebagai sosok laki-laki dengan bentuk tubuh yang sedang, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. Namun, cenderung lebih sedikit pendek. Ia memiliki tubuh yang kokoh, kuat, dan terlihat agak gemuk. Lehernya proporsional dengan pundak yang lebar layaknya tipikal laki-laki perkasa pada umumnya.
Ali bin Abi Thalib disebut memiliki wajah tampan dengan warna kulit sawo matang. Sebagai keturunan bani Hasyim, ketampanan ini merupakan hal wajar karena memang rata-rata fisik mereka seperti itu.
Kisah Ali bin Abi Thalib Memeluk Islam
Ali bin Abi Thalib memeluk islam pada saat ia masih berusia 10 tahun. Dikisahkan dalam buku berjudul 150 Qishah min Hayati 'Ali bin Abi Thalib karya Ahmad 'Abdul 'Al Al-Thahtawi yang diterjemahkan oleh Rashid Satari, Ibn Ishaq meriwayatkan bahwa pada saat itu Ali bin Abi Thalib datang ke rumah Nabi Muhammad SAW tepat ketika Rasulullah dan istrinya sedang melaksanakan salat.
Ali kemudian bertanya kepada Rasulullah, "Muhammad, apakah yang engkau lakukan itu?" Nabi SAW menjawab, "Inilah agama Allah dan untuk itu dia mengutus utusan-nya. Aku mengajak engkau untuk masuk ke jalan Allah yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan hendaklah engkau kafir kepada patung Latta dan Uzza."
Ali kemudian berkata, "Sesungguhnya ajakan ini sama sekali belum pernah aku dengar sampai hari ini. Karena itu, aku harus berunding dengan ayahku, Abi Thalib. Sebab, aku tidak dapat memutuskan sesuatu tanpa dia."
Namun, Rasulullah mencegahnya karena khawatir kabar ajarannya akan tersebar sebelum diperintahkan Allah SWT untuk disiarkan. Rasulullah kemudian berkata, "Ali, jika engkau belum mau masuk Islam, sembunyikanlah dahulu kabar ini!"
Pada saat mendengarkan ucapan Rasulullah SAW, Ali akhirnya mantap untuk memeluk dan menerima Islam namun ia masih merahasiakannya. Ali bin Abi Thalib termasuk ke dalam orang yang sangat dipercaya oleh Rasulullah SAW. Ia banyak membantu Rasulullah SAW pada saat proses hijrahnya. Salah satunya yaitu saat Rasulullah SAW memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah, sosok Ali bin Abi Thalib rela menggantikan Rasulullah SAW di atas tempat tidurnya.
Kaum kafir Quraisy yang pada waktu itu ingin
membunuh Nabi Muhammad SAW merasa kecolongan karena mendapati Ali bin Abi
Thalib yang tidur dalam ranjang tersebut. Hingga pada akhirnya, kaum kafir Quraisy
memukulinya dan membawanya ke Masjidil Haram.
Bantuan Ali yang lain juga dilakukan pada saat Nabi Muhammad SAW meninggal, Ali
bin Abi Thalib menjadi salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menjadi Khulafaur
Rasyidin yang memiliki arti sebagai khalifah yang sangat arif bijaksana.
Bukan hanya itu saja, Ali bin Abi Thalib juga menyandang sebagai gelar Amirul Mukminin, yang berati pemimpin orang-orang yang beriman. Betapa luar biasanya Ali bin Abi Thalib dalam membantu Rasulullah SAW untuk meneruskan ajarannya.
Sebagaimana diceritakan dalam buku Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib karya Mustafa Murad, sosok Ali juga dikenal sebagai orang yang paham mengenai ketentuan syariat Islam. Pada malam hari, Ali bin Abi Thalib akan tunduk dan merendah di hadapan Allah SWT. Pada siang hari, ia akan berpuasa dan senantiasa dekat dengan Allah SWT.
Sumber : Google Wikipedia
ooooo O ooooo
KISAH SAHABAT NABI ALI BIN ABI THALIB,
PEMIMPIN YANG DEKAT DENGAN RAKYAT
Rahma I Harbani - detikEdu
Kamis, 22 Apr 2021 16:00 WIB
Jakarta –
Orientasi
Ali bin Abi Thaib bin Abdul Muththalib bin Hasyim lahir di Mekkah pada tanggal 13 Rajab. Ali lahir pada tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ada juga yang menyebutkan jika Ali dilahirkan pada
21 tahun sebelum hijriah.
Ayahnya adalah paman dari Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Sedangkan ibunya bernama Fathimah binti Asad
bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Melihat dari garis keturunan kedua ayah ibunya, Ali merupakan keturunan berdarah Hasyimi yang dikenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, pemegang kepemimpinan masyarakat, dan memiliki sejarah cemerlang di masyarakat Mekkah.
Ibunya memberi nama Haidarah (macan) pada Ali, diambil dari nama kakek Ali, Asad. Dengan harapan, anaknya dapat tubuh menjadi seorang laki-laki pemberani. Namun, ayahnya memberinya nama Ali (yang leluhur), hingga sekarang nama Ali-lah yang lebih dikenal masyarakat luas.
Ali bin Abi Thalib telah memeluk Islam sejak ia masih kecil, bahkan dari buku tulisan Mustafa Murrad, ia bisa disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam. Rasulullah SAW telah mengasuh, mendidik, dan mengajarinya sejak kecil. Kasih sayang dan kemuliaan Rasulullah SAW inilah yang membentuk karakter Ali saat dewasa. Semasa hidupnya, Ali hidup dengan sederhana. Ia cukup makan dengan lauk cuka, minyak, dan roti kering yang dipatahkan dengan lututnya.
Pakaian yang digunakan Ali juga pakaian yang kasar, yakni pakaian ala kadarnya untuk menutupi tubuh saat cuaca panas dan terpaan hawa dingin, seperti yang dikutip dari tulisan Sayyid Ahmad Asy-Syalaini dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Khotbah Ali Bin Abi Thalib. Bahkan di rumahnya, tidak telihat sebuah kasur sama sekali atau pun bantal tempatnya untuk berbaring.
Melansir dari buku Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib karya Mustafa Murrad, sebagai pemimpin, Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai orang yang senantiasa berakhlak baik, bahkan sejak ia masih anak-anak. Ia pun suka berkeliling sekadar untuk menantikan siapa pun yang menghampirinya guna meminta bantuan atau bertanya padanya.
Pada sebuah siang yang terik, orang-orang di pasar sibuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Tibalah seorang Ali bin Abi Thalib dengan mengenakan dua lapis pakaian, gamis sebatas betis, sorban melilit tubuhnya, dan bertumpu pada sebatang tongkatnya. Ia berjalan mengelilingi pasar untuk berdakwah, mengingatkan manusia untuk bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan transaksi jual beli dengan baik.
Sebagaimana yang dikisahkan oleh penulis Zaidan, Ali bin Abi Thalib memiliki kebiasaan berjalan ke pasar seorang diri. Biasanya ia menasihati orang yang tersesat, menunjukkan arah kepada orang yang kehilangan, menolong orang yang lemah, hingga menasihati para pedagang dan penjual sayur. Ali bersikap zuhud dari dunia karena ia merasa hari-hari di dunia hanyalah sekejap.
Dikisahkan pada suatu malam yang dingin, Ali tidak menggunakan sehelai selimut yang tebal. Seorang laki-laki mendapati tubuh Ali menggigil seperti demam dan hanya mengenakan selimut beludru yang rusak. Laki-laki itu kemudian berkata, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah menerapkan bagimu dan keluargamu bagian dari Baitul Mal, tetapi aku melihatmu menggigil karena berselimut beludru butut?"
Kemudian Ali menjawab, "Demi Allah, aku tak mau sedikit pun mengambil harta kalian (kaum muslim), dan kain beludru ini aku bawa dari rumahku." Dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Ghissin, seorang budak, Ali pernah terlihat membeli pakaian murah pada seorang pedagang pakaian. Kemudian Ali mengenakan pakaian yang dibelinya tersebut, ternyata panjangnya hanya sampai tengah betisnya.
Namun, Ali tetap membayar sebesar 4 dirham sesuai dengan harga yang diberikan oleh pedagang tersebut. Pada satu kesempatan, diceritakan Ali melihat baju zirah (baju besi) miliknya yang telah lama hilang dikenakan oleh seorang Nasrani. Ali berusaha meminta dan menjelaskan bahwa baju zirah tersebut adalah miliknya, namun Nasrani tersebut bersikukuh baju itu adalah miliknya.
Akhirnya keduanya datang ke pengadilan dan berakhir pada kemenangan sang Nasrani. Namun, belum jauh dari tempat pengadilan, sang Nasrani kembali mendatangi Ali dan berkata, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Baju zirah ini, demi Allah, adalah baju zirahmu, wahai Amirul Mukmini. Aku mengikuti pasukan dan saat itu kau pergi ke Shiffin (sebelah timur wilayah Syam) dan aku mengambil beberapa barang dari kendaraanmu," kata dia.
Ali pun meminta kepada seorang Nasrani tersebut
untuk membawa baju zirah tersebut. Kemudian Nasrani tersebut membawanya pulang
dengan senang.
Meski menduduki posisi yang dihormati, tidak pernah terlewat bagi Ali bin Abi
Thalib untuk menyebar kebaikan dan beramah tamah dengan siapa pun, tidak
terkecuali dengan rakyatnya.
Nah, detikers, jika Ali bin Abi Thalib
yang seorang pemimpin saja bisa bergaul dan ramah dengan siapa pun yang
dijumpainya, kenapa kita tidak bisa?
Sumber : Google Wikipedia
ooooo O ooooo
KISAH SAHABAT NABI
KISAH ALI BIN ABI THALIB MENJADI KHULAFAUR RASYIDIN TERAKHIR
tim | CNN Indonesia
Jumat, 16 Apr 2021 17:00 WIB
Jakarta, CNN Indonesia –
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi khulafaur rasyidin terakhir atau pemimpin Islam setelah Rasulullah meninggal dunia. Ali adalah khalifah keempat atau yang terakhir.
Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Nabi Muhammad. Ayah Ali, Abu Thalib adalah paman Nabi Muhammad. Ali yang bernama asli Haydar ini lahir di Makkah pada 13 Rajab, 10 tahun sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul.
Semenjak lahir, Ali diasuh oleh Nabi Muhammad.
Sosok Ali sudah menjadi penghibur bagi Muhammad yang saat itu tidak memiliki
anak laki-laki. Nabi Muhammad jugalah yang menyematkan nama Ali. Sang Baginda
lebih senang memanggil Haydar dengan nama Ali karena memiliki arti derajat yang
tinggi di sisi Allah SWT. Kisah Nabi Muhammad Menerima Wahyu, Asal Mula Nuzulul
Quran Kisah Nabi Isa AS dan Rentetan Mukjizat dari Allah SWT
Perjalanan Nabi Musa dan Cerita Perlawanan terhadap Firaun.
Saat Nabi diangkat menjadi rasul dan mulai
berdakwah, Ali termasuk dalam orang-orang pertama yang mempercayainya. Ali
tergolong dalam assabiqunal awwalun atau orang-orang yang pertama masuk Islam.
Ali memeluk Islam saat masih berusia remaja.
Ali dewasa menikahi putri bungsu Nabi Muhammad dari Khadijah yaitu Fatimah
Az-Zahra.
Pribadi Ali dikenal sangat sopan dan cerdas. Rasulullah bahkan memberi julukan Ali bin Abi Thalib pintu gerbang pengetahuan Islam. "Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah pintunya," sabda Rasulullah. Rasulullah juga menyandingkan Ali dengan sejumlah nabi terdahulu.
"Tiada pemuda sehebat Ali. Jika kalian ingin
tahu ilmu Adam, kesalehan Nuh, kesetiaan Ibrahim, pelayanan Isa, maka lihatlah
kecemerlangan Ali," kata Rasulullah.
Lihat juga:Kisah Nabi Adam AS, Manusia Pertama yang Diciptakan Allah
Selain itu, gelar Ali bin Abi Thalib lainnya adalah Karamallhu Wajhahu yang
artinya semoga Allah memuliakannya. Sosok Ali juga terlibat dalam banyak
peperangan bersama Rasulullah, kecuali saat perang Tabuk. Ketika itu, Ali
mendapat tugas penting dari Rasulullah untuk menjaga kota Madinah.
Selain itu Ali juga mampu membuka Benteng Khaibar saat perang Khaibar. Padahal, ketika itu tidak ada satu orang pun yang bisa membukanya. Sepeninggal Rasulullah, Ali bin Abi Thalib merupakan penerus kepemimpinan Islam. Dia menjadi khalifaur rasyidin yang keempat atau yang terakhir. Ali melanjutkan kepemimpinan khulafaur rasyidin dari Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan .
Sebagai khulafaur rasyidin, Ali bertugas memimpin Islam. Selama menjabat, dia memiliki tanggung jawab memperluas syiar agama Islam, serta menyejahterakan kaumnya. Masa pemerintahan Ali disebut sebagai periode tersulit dalam sejarah Islam karena terjadi perang saudara antar umat kaum Muslimin setelah tragedi terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman bin Affan.
Itulah kelebihan Ali bin Abi Thalib saat menjadi khulafaur rasyidin terakhir. Selain itu, dia juga termasuk ke dalam jajaran sepuluh nama sahabat Nabi yang dijanjikan masuk surga. Kinerja Ali sangat baik terutama dalam urusan keuangan yakni mengurus Baitul Mal. Ali juga mampu memajukan bidang ilmu bahasa, meningkatkan pembangunan, dan meredam pemberontakan di kalangan umat Islam.
Sumber : Google Wikipedia
ooooo O ooooo
6 FAKTA ALI BIN ABI THALIB,
SAHABAT NABI MUHAMMAD SAW DAN PEMIMPIN ISLAM TERAKHIR
KISAH MENANTU RASULULLAH YANG TERKASIH
Artikel ditulis oleh Cholif Rahma Febriana
Disunting oleh Karla Farhana Orami
Orientasi
Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang menjadi khulafaur rasyidin terakhir atau pemimpin Islam setelah Rasulullah meninggal dunia. Ali adalah khalifah keempat, sekaligus yang terakhir. Ia merupakan sepupu Rasulullah SAW. Ayah Ali, yaitu Abu Thalib adalah paman Rasulullah. Ali yang bernama asli Haydar ini lahir di Makkah pada 13 Rajab, 10 tahun sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul.
Sejak lahir, Ali telah ikut dan diasuh Rasulullah. Sosok Ali sudah hadir dan menjadi penghibur bagi Muhammad yang saat itu tidak memiliki anak laki-laki. Nabi Muhammad SAW jugalah yang menyematkan nama Ali padanya. Rasulullah SAW lebih senang memanggil Haydar dengan nama Ali karena memiliki arti derajat yang tinggi di sisi Allah SWT.
Kepirbadian Ali dikenal sangat sopan dan cerdas. Rasulullah bahkan memberi julukan Ali bin Abi Thalib pintu gerbang pengetahuan Islam. "Aku adalah kota ilmu, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah pintunya," sabda Rasulullah. Rasulullah juga menyandingkan Ali dengan sejumlah Nabi terdahulu. "Tiada pemuda sehebat Ali. Jika kalian ingin tahu ilmu Adam, kesalehan Nuh, kesetiaan Ibrahim, pelayanan Isa, maka lihatlah kecemerlangan Ali," kata Rasulullah. Ini dia kisah dari Ali bin Abi Thalib yang wajib dipercayai oleh umat Muslim.
Fakta dari Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib
Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul dan mulai berdakwah, Ali termasuk dalam orang-orang pertama yang mempercayainya. Ali tergolong dalam assabiqunal awwalun atau orang-orang yang pertama masuk Islam. Saat itu, Ali memeluk Islam saat masih berusia remaja.
1. Telah Menunjukkan Kecerdasan yang Berasal dari Al-Qur'an
Ali bin Abi Thalib dilahirkan di dalam Ka'bah dan mempunyai nama kecil Haidarah. Abu Thalib yang mempunyai anak banyak, Rasulullah SAW merawat Ali untuk meringankan bebannya. Selanjutnya, Ali tinggal bersama Rasulullah SAW di rumahnya dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ia baru menginjak usia sepuluh tahun ketika Rasulullah menerima wahyu yang pertama. Ali bin Abi Thalib telah memeluk Islam sejak ia masih kecil, bahkan ia bisa disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam. Ia menunjukkan pola pikirya yang kritis dan brilian. Kesederhanaan, kerendahhatian, ketenangan dan kecerdasannya bersumber dari Al-Qur'an dan wawasan yang luas. Ini membuatnya menempati posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah SAW lainnya. Kedekatan Ali dengan keluarga Rasulullah SAW kian erat, ketika ia menikahi Fathimah, anak perempuan Rasulullah yang paling bungsu.
2. Hidup Sederhana
Semasa hidupnya, Ali hidup dengan sederhana. Ia cukup makan dengan lauk cuka, minyak, dan roti kering yang dipatahkan dengan lututnya. Pakaian yang digunakan Ali juga pakaian yang kasar, yakni pakaian ala kadarnya untuk menutupi tubuh saat cuaca panas dan terpaan hawa dingin. Seperti yang dikutip dari tulisan Sayyid Ahmad Asy-Syalaini dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Khotbah Ali bin Abi Thalib. Bahkan di rumahnya, tidak telihat sebuah kasur sama sekali atau pun bantal tempatnya untuk berbaring.
3. Peran Ali Saat Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah
Rasulullah SAW tetap di Makkah menunggu izin Allah untuk berhijrah ke Madinah sementara para sahabatnya berhijrah lebih awal. Ketika orang-orang kafir Makkah berencana untuk membunuh Rasulullah, Malaikat Jibril mengungkapkan kepadanya rincian konspirasi jahat itu. Malaikat pun meminta Rasulullah untuk tidak tidur di tempat tidurnya malam itu. Jadi, Rasulullah meminta Ali untuk tidur di tempat tidurnya untuk menyamar sebagai dia. Sementara Rasulullah meninggalkan rumahnya dengan selamat di malam hari dan bermigrasi ke Madinah. Rasulullah SAW terkenal sebagai orang yang paling dapat dipercaya.
Meskipun mereka tidak menerima misinya, orang-orang Makkah terus menyimpan kepercayaan mereka berupa uang tunai dan emas dalam penyimpanannya. Adalah Ali yang dipercaya oleh Rasulullah untuk mengembalikan harta benda kepada pemiliknya ketika ia berangkat ke Madinah. Saat Ali mencapai Madinah, Rasulullah bertemu dengannya dengan senang hati, mengirimkan doa yang setia kepada Allah mencari kebaikan dan berkah bagi Ali bin Abi Thalib.Dengan migrasi ke Madinah, Rasulullah SAW meletakkan dasar-dasar negara Islam.
Ia mulai dengan menciptakan ikatan persaudaraan di antara para sahabatnya, membangun masjid, mendukung perjanjian dengan orang-orang Yahudi di Madinah. Rasulullah juga mulai mengirim detasemen, dan secara keseluruhan membentuk masyarakat baru. Ali disana sangat aktif dalam melayani Rasulullah, begitu dekat dengannya, mengikuti perintahnya dan belajar dari bimbingannya.
4. Dipercaya Rasulullah untuk Menjaga Putrinya
Ali menikahi putri Rasulullah yang paling dicintai, Fatimah, salah satu wanita terbaik di seluruh dunia, ibunya adalah Khadijah Binti Kuwailid. Pernikahan yang diberkati terjadi di Madinah setelah Perang Uhud, ketika Fatimah berusia 15 tahun. Dengan demikian, Ali mendapat kehormatan tambahan menjadi ayah dari keturunan Rasulullah SAW melalui putra-putranya dari Fatimah, yaitu:
1) Al-Hasan (RA)
2) Al-Husain (RA)
3) Zainab (RA)
4) Ummu Kulthoom (RA)
5. Khalifah Keempat
Setelah pembunuhan Khalifah ketiga Utsman bin Affan RA, para sahabat Rasulullah mendekati Ali memintanya untuk menjadi Khalifah. Namun Ali menolak tanggung jawab jabatan besar tersbeut terlebih dahulu, dan memberikan saran untuk menjadikan dirinya sebagai penasihat bukan kepala. Walau pada akhirnya, ia memutuskan untuk membawa masalah tersebut ke hadapan publik Muslim di Masjid Nabawi. Alhasil, mayoritas sahabat di Madinah menganggap Ali sebagai orang yang paling cocok untuk menjadi Khalifah setelah Utsman. Pada tanggal 25 Dzulhijjah 35H (24 Juni 656 M), sumpah setia diucapkan oleh Ali sebagai Khalifah keempat.
Beberapa masalah dihadapi Khalifah baru ketika Ali mengambil alih kekuasaan, yaitu:
1) Ia harus membangun perdamaian di negara bagian dan memperbaiki situasi politik yang memburuk.
2) Dia perlu mengambil tindakan terhadap para pembunuh Utsman. Pemerintahan Ali ditandai dengan terjadinya cobaan dan masalah di kalangan umat Islam. Penyebab utama dari masalah-masalah tersebut adalah partai Sabith, yang didukung oleh budak-budak yang disakiti dan penduduk desa.
3) Pemimpin mereka Abdullah bin Saba adalah seorang Yahudi, tetapi berpura-pura masuk Islam pada masa pemerintahan Utsman bin Affan RA. Tujuan utama Ibnu Saba adalah memecah belah umat Islam dan menyebarkan anarki dalam masyarakat Islam.
6. Sistem Hukum yang Diperbarui
1) Pada pemerintahan Ali (R.A.) tidak banyak penaklukan baru yang terjadi, tetapi adanya pencapaian besar pada sektor sipil dan hukum seperti:
2) Organisasi kepolisian
3) Membangun pengadilan arbitrase
4) Membangun penjara
5) Selain itu, Ali juga memindahkan ibu kota Khilafah dari Madinah ke Kufah di Irak, karena posisinya yang strategis di tengah-tengah negara Islam saat itu.
6) Kufah berkembang pesat saat mazhab fiqih dan tata bahasa didirikan.
7) Selain itu, Ali memberi perintah untuk melengkapi surat-surat Al-Qur'an dengan tanda-tanda vokal untuk pertama kalinya.
8) Itu dia Moms kisah dari Ali bin Abi Thalib yang senantiasa setia kepada Rasulullah SAW, serta menegakkan nilai-nilai ajaran Islam.
Sumber : Google Wikipedia
ooooo O ooooo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar