Senin, 01 Oktober 2018

KISAH ADIPATI UNUS


KISAH ADIPATI UNUS

Orientasi
Dalam tradisi Jawa, Pati Unus atau Adipati Unus atau Yat Sun(1480?–1521) adalah raja Demak kedua, yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521. Ia adalah anak sulung/menantu Raden Patah, pendiri Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik kandungnya, raja Trenggana. Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran Sabrang Lor (sabrang=menyeberang, lor=utara), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis. Nama aslinya adalah Raden Surya. Dalam Hikayat Banjar, raja Demak yaitu Sultan Surya Alam telah membantu Pangeran Samudera, penguasa Banjarmasin untuk mengalahkan pamannya penguasa kerajaan Negara Daha yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan.

Dalam Suma Oriental-nya, Tomé Pires menyebut seorang bernama "Pate Onus" atau "Pate Unus", ipar Pate Rodim, "penguasa Demak". Mengikuti pakar Belanda Pigeaud dan De Graaf, sejarahwan Australia M. C. Ricklefs menulis bahwa pendiri Demak adalah seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po. Ricklefs memperkirakan bahwa anaknya adalah orang yang dijuluki "Pate Rodim", mungkin maksudnya "Badruddin" atau "Kamaruddin" (meninggal sekitar tahun 1504). Putera atau adik Rodim dikenal dengan nama Trenggana (bertahta 1505-1518 dan 1521-1546), pembangun keunggulan Demak atas Jawa. Kenyataan tokoh Pati Unus berbenturan dengan tokoh Trenggana, raja Demak ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546.

Silsilah
Menurut sebuah riwayat, ia adalah menantu Raden Patah. Nama aslinya adalah Raden Abdul Qadir putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus. Muballigh dan Musafir besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di awal 1400-an masehi. Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad generasi ke 19, ia memiliki ibu Syarifah Ummu Banin Al-Hasani (keturunan Imam Hasan bin Fathimah binti Nabi Muhammad) dari Parsi (dari Catatan Sayyid Bahruddin Ba'alawi tentang ASYRAF DI TANAH PERSIA, di tulis pada tanggal 9 September 1979), Sayyidus Syuhada Imam Husayn (Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina Ali bin Abi Talib Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah Fatimah Al Zahra.

Setelah menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri seorang Muballigh asal Gujarat yang lebih dulu datang ke tanah Jawa yaitu dari keturunan Syekh Mawlana Akbar, seorang Ulama, Muballigh dan Musafir besar asal Gujarat, India yang mempelopori dakwah diAsia Tenggara. Seorang putranya adalah Syekh Ibrahim Akbar yang menjadi Pelopor dakwah di tanah Campa (di delta Sungai Mekong, Kamboja) yang sekarang masih ada perkampungan Muslim. Seorang putranya dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah yang dipanggil dengan Raden Rahmat atau terkenal sebagai Sunan Ampel. Seorang adik perempuannya dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa untuk ditawarkan kepada Raja Brawijaya sebagai istri untuk langkah awal meng-Islam-kan tanah Jawa.

Raja Brawijaya berkenan menikah tetapi enggan terang-terangan masuk Islam. Putra yang lahir dari pernikahan ini dipanggil dengan nama Raden Patah. Setelah menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Disini terbukalah rahasia kenapa ia Raden Patah diberi gelar Alam Akbar karena ibunya adalah cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Mawlana Akbar yang hampir semua keturunannya menggunakan nama Akbar seperti Ibrahim Akbar, Nurul Alam Akbar, Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.

Kembali ke kisah Syekh Khaliqul Idrus, setelah menikah dengan putri Ulama Gujarat keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putranya yang bernama Raden Muhammad Yunus yang setelah menikah dengan seorang putri pembesar Majapahit di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putra yang kemudian terkenal sangat cerdas dan pemberani bernama Abdul Qadir yang setelah menjadi menantu Sultan Demak I Raden Patah diberi gelar Adipati bin Yunus atau terkenal lagi sebagai Pati Unus yang kelak setelah gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.

Kiprah
Setelah Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an ia diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahirannya sendiri). Karena ayahnya (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggilnya dengan yang lebih mudah Pati Unus. Dari pernikahan ini ia diketahui memiliki 2 putra. Ke 2 putranya yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera mengubah nasib Kerajaan Demak.

Sehubungan dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia Tenggara meningkat sangat cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, maka Demak mempererat hubungan dengan kesultanan Banten-Cirebon yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah adalah putra Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah seperti yang disebut dimuka adalah ibunya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa. Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah adalah juga keturunan Syekh Mawlana Akbar.

Hubungan yang semakin erat adalah ditandai dengan pernikahan ke 2 Pati Unus, yaitu dengan Ratu Ayu putri Sunan Gunung Jati tahun 1511. Tak hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi armada Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri yang merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah bergelar Sunan Gunung Jati. Gelarnya yang baru adalah Senapati Sarjawala dengan tugas utama merebut kembali tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Gentingnya situasi ini dikisahkan lebih rinci oleh Sejarawan Sunda Saleh Danasasmita di dalam Pajajaran bab Sri Baduga Maharaja sub bab Pustaka Negara Kretabhumi.

Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tetapi gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.

Pada tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, ia berwasiat supaya mantunya Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)-nya adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.

Ekspedisi Jihad I
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, expedisi jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka. Pada Januari 1513 Pati Unus mencoba mengejutkan Malaka, membawa sekitar 100 kapal dengan 5.000 tentara Jawa dari Jepara dan Palembang; Meskipun dikalahkan, Patih Unus berlayar pulang dan mendamparkan kapal perangnya sebagai monumen perjuangan melawan orang-orang yang disebutnya paling berani di dunia. Ini memenangkannya beberapa tahun kemudian dalam tahta Demak. Dalam sebuah surat kepada Alfonso de Albuquerque, dari Cannanore, 22 Februari 1513, Fernao Peres de Andrade, Kapten armada yang diarahkan Pate Unus, mengatakan:

"Jung milik Pati Unus adalah yang terbesar yang dilihat oleh orang-orang dari daerah ini. Ia membawa seribu orang tentara di kapal, dan Yang Mulia dapat mempercayaiku ... bahwa itu adalah hal yang sangat luar biasa untuk dilihat, karena Anunciada di dekatnya tidak terlihat seperti sebuah kapal sama sekali. Kami menyerangnya dengan bombard, tetapi bahkan tembakan yang terbesar tidak menembusnya di bawah garis air, dan (tembakan) esfera (meriam besar Portugis) yang saya miliki di kapal saya berhasil masuk tetapi tidak tembus; kapal itu memiliki tiga lapisan besi, yang semuanya lebih dari satu koin tebalnya. Dan kapal itu benar-benar sangat mengerikan bahkan tidak ada orang yang pernah melihat sejenisnya. Butuh waktu tiga tahun untuk membangunnya, Yang Mulia mungkin pernah mendengar cerita di Malaka tentang Pati Unus, yang membuat armada ini untuk menjadi raja Malaka. "   - Fernao Peres de Andrade, Suma Oriental.

Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)nya adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.

Ekspedisi Jihad II
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun, Pati Unus memutuskan untuk mengikuti ekspedisi secara langsung, ikut pula 2 putranya dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi dari seorang seorang isteri, anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid Ismail, dari Pulau Besar. Armada perang siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarganya akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.

Armada perang yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur akibat serangan tersebut.

Armada Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian memutuskan mundur di bawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) karena sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa , Fadhlullah Khan alias Falathehan alias Fatahillah alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka.
Kegagalan expedisi jihad yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan oleh faktor - faktor internal, terutama masalah harmoni hubungan kesultanan - kesultanan Indonesia.

Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah selamat untuk meneruskan keturunan Pati Unus. Beliau bergabung dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).

Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putrinya yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
Keturunan
Keturunan Pati Unus disintaskan oleh putranya yang kedua, Raden Abdullah. Ketika armada Demak mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit). Raden Abdullah, dikenal juga dengan Pangeran Yunus, dipercaya nantinya dinikahkan dengan putri ketiga Sultan Maulana Hasanuddin dari Banten, mempererat hubungan antar kesultanan di Jawa.

Referensi
Ø (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 68. ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
Ø Winstedt. A history of Malay. p.70.
Ø Pires, Tome (1944). Suma Oriental.

Reorientasi
Biografi Lengkap Pati Unus, Silsilah dan Perjalanan Hidupnya - Kerajaan Demak sepeninggal Raden Patah sebagai raja pertama, tampuk kepemimpinan yang melanjutkan adalah Pati Unus. Sehingga bisa dikatakan Pati Unus ini merupakan raja ke dua Kerajaan Demak. Pati Unus atau Adipati Unus tidak terlalu lama memerintah Kerajaan Demak karena ia meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda. Pati Unus juga tidak meninggalkan anak sehingga setelah Pati Unus meninggal maka yang melanjutkan menjadi Kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono yang merupakan saudara iparnya. Kiprah Pati Unus ini sebenarnya sangat menonojol dalam sejarah Kerajaan Demak, terutama pada masa ia masih muda. Namun sayang karena usianya yang tidak panjang Pati Unus tidak terlalu lama menjadi Raja di Kerajaan Demak.

Biografi Lengkap Pati Unus, Silsilah dan Perjalanan Hidupnya
Biografi Lengkap Pati Unus, Silsilah dan Perjalanan Hidupnya - Kerajaan Demak sepeninggal Raden Patah sebagai raja pertama, tampuk kepemimpinan yang melanjutkan adalah Pati Unus. Sehingga bisa dikatakan Pati Unus ini merupakan raja ke dua Kerajaan Demak. Pati Unus atau Adipati Unus tidak terlalu lama memerintah Kerajaan Demak karena ia meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda. Pati Unus juga tidak meninggalkan anak sehingga setelah Pati Unus meninggal maka yang melanjutkan menjadi Kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono yang merupakan saudara iparnya. Kiprah Pati Unus ini sebenarnya sangat menonojol dalam sejarah Kerajaan Demak, terutama pada masa ia masih muda. Namun sayang karena usianya yang tidak panjang Pati Unus tidak terlalu lama menjadi Raja di Kerajaan Demak.

Kehidupan politik masa Pati Unus ini tidak terlalu berkembang karena ia memerintah dalam waktu yang singkat. Selain itu, Pati Unus pada waktu itu fokus kepada persiapan penyerangan atau pengusiran Portugis dari Malaka. Lalu bagaimana sebenarnya biografi Pati Unus dan bagaimana pula silsilah dan perjalanan hidupnya. Apakah Pati Unus adalah anak dari Raden Patah, atau orang lain, simak penjelasan mengenai biografi Pati Unus serta silsilah dan perjalanan hidup Pati unus di bawah ini.

Biografi Pati Unus
Pati Unus memiliki beberapa nama yang populer, selain nama Pati Unus, masih ada nama lainnya. Nama lain Pati Unus seperti Adipati Unus, Yat Sun, Pangeran Sabrang Lor dan masih ada beberapa nama lainnya. Pati Unus memerintah Kerajaan Demak sangat singkat yaitu mulai tahun 1518 sampai 1521. Pati Unus sendiri lahir pada tahun 1480 dan meninggal pada tahun 1521. Pati Unus dalam kisah sejarah Kerajaan Demak yang populer, adalah anak menantu dari Raden Patah raja pertama Kerajaan Demak. Gelar Pati Unus "Pangeran Sabrang Lor" disematkan kepadanya karena ia pernah memimpin pasukan untuk menyerang Portugis dan menyebrangi lautan utara atau Laut Jawa menuju Malaka.
Mengenai nama Pati Unus, ada yang menyebutkan bahwa nama asli beliau adalah Raden Surya. Dikisahkan dalam Hikayat Banjar bahwa Raja Surya Alam telah membantu Pangeran Samudera yang merupakan penguasa Banjarmasin untuk mengalahkan Negara Daha yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan. Menurut teori Tome Pires dalam Suma Orientalnya, menyebutkan sebuah nama "Pate Onus" atau "Pate Unus", ipar Pate Rodim, "penguasa Demak".

Riwayat lain menyebutkan bahwa Pati Unus merupakan menantu Raden Patah yang memiliki nama asli Raden Abdul Qodir yang merupakan putra dari Raden Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus sendiri adalah putra dari seorang ulama dari Parsi yang bernama Syaikh Kholiqul Idris. Syaikh ini kemudian menetap di Jawa tepatnya di Jepara di sekitar awal tahun 1400 masehi. Jika dirunut dari teori ini, maka biografi Pati Unus atau silsilah Pati Unus akan sampai pada Nabi Muhammad SAW. Singkat kata, Syaikh Idris ini kemudian menikah dengan seorang putri dari Muballigh dari Gujarat yang telah dulu tinggal di Jawa.

Dari pernikahannya dengan putri ulama Gijarat ini kemudian Syaikh Idris dikaruniai anak yang diberi nama Raden Muhammad yunus yang kemudian menikah dengan seorang putri dari pembesar Majaphit. Setelah menikah dengan anak dari pembesar Majapahit, Raden Yunus kemudian dipanggil dengan sebutan Wong Agung Jepara. Nah, dari pernikahan Muhammad Yunus dan putri pembesar Majaphit ini kemudian lahirlah seorang anak laki-laki yang cerdas dan tangguh yang bernama Abdul Qadir. Dan, setelah dewasa, Abdul Qodir kemudian diambil menantu oleh Raden Patah yang merupakan raja pertama Kerajaan Demak. Setelah diambil menantu, maka nama Abdul Qodir ini lebih populer dengan sebutan Adipati bin Yunus dan lebih terkenal lagi dengan sebutan singkat Pati Unus.

Meninggalnya Pati Unus
cerita yang populer di dalam sejarah Kerajaan Demak menyebutkan bahwa Pati Unus meninggal dalam usia yang sangat muda. Ia meninggal dalam misi ke Malaka untuk menghancurkan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran di medan laga dan meninggalkan putra yang bernama Raden Abdullah. Raden Abdullah ini turut ke Banten dan oleh para petinggi pasukan Pati Unus, tidak diperbolehkan kembali pulang ke Demak dengan alasan keamanan. Karena sepeninggal Pati Unus, di Demak telah terjadi perebutan kekuasaan dan semua keluarga di Demak merasa paling berhak atas tahta Kerajaan Demak. Keturunan Pati Unus dianggap tidak memiliki hak untuk menjadi Raja Demak karena Pati Unus hanya anak menantu.

Selain hanya seorang menantu, Pati Unus secara patrilinial juga keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon. Sedangkan raja pertama Demak Raden Patah meski masih memiliki darah Arab, namun hanya berasal dari pihak Ibu. Di pihak ayah, Raden Patah adalah anak dari Brawijaya ke V yang artinya Raden Patah adalah memiliki garis keturunan murni Jawa atau Majapahit.

Nah teman-teman, itulah sedikit informasi terkait biografi Pati Unus serta silsiah Pati Unus yang bisa kami sampaikan untuk kalian semua. Semoga sedikit informasi mengenai biografi Pati Unus di atas bisa menambah pengetahuan dan wawasan kita semua mengenai sejarah Kerajaan Demak terutama untuk biografi Pati Unus sendiri.

Kisah Raja Muda dari Demak yang Menantang Portugis
Pernah pada suatu masa, salah satu Kesultanan di Nusantara, yakni Kesultanan Demak dipimpin oleh seorang pemuda bernama Adipati Unus. Dibawah kepemimpinanya, ia pernah melakukan sebuah penyerangan atas bangsa Portugis, padahal ketika itu umurnya masih 17 tahun. Kesultanan Demak sendiri merupakan sebuah Kesultanan pertama yang berdiri di tanah Jawa. Kesultanan ini dulunya merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit yang notabene merupakan kerajaan Hindu – Buddha, namun daerah Demak sedari dulu telah dikenal banyak mendapat pengaruh dari pedagang Islam sehingga masyarakatnya kemudian banyak yang menganut agama Islam, bahkan pemimpinya yang bernama Raden Patah pun memeluk Islam sebagai agamanya.
Setelah Majapahit Runtuh, Kesultanan Demak berkembang menjadi kekuatan baru di Nusantara. Mereka melakukan ekspansi ke berbagai daerah di Nusantara dengan tujuan memajukan kesultanan mereka.

Dilihat dari sejarah keluarganya, Tome Pires mengatakan bahwa kakek dari Adipati Unus aslinya berasal dari Kalimantan dan mencari peruntungan di Malaka sebagai seorang buruh. Selama masa – masanya di Malaka ia kemudian jatuh cinta dengan seorang gadis Melayu yang kemudian ia nikahi.
Dari pernikahan ini kemudian lahirlah seorang anak laki – laki yang kelah menjadi ayah dari Pati Unus. Dalam catatanya tak disebutkan siapa nama dari Adipati Unus, namun disebutkan bahwa ayahnya saat dewasa berhasil menjadi seorang pedagang yang sukses, ia memiliki banyak jung dan juga berhasil memiliki wilayah kekuasaan di Pulau Bangka dan beberapa wilayah di Kalimantan.

Namun masa – masanya sebagai seorang penguasa tak bertahan lama, sebab  kemudian ia harus tunduk dibawah pemerintahan Kesultanan Demak yang dipimpin Raden Patah dan memiliki pengikut yang lebih banyak. Setelah bergabung dengan Kesultanan Demak, ayahanda Pati Unus beserta pengikutnya menjadi bagian dari Kesultanan Demak. Bahkan Pati Unus kemudian dinikahkan dengan putri dari Kesultanan Demak yang merupakan anak dari Raden Patah sendiri.
Setelah dinikahkan dengan putri dari Raden Patah, Adipati Unus dipercaya untuk memimpin pasukan Kesultanan Demak dalam invasi ke Malaka.

Banyak yang mengatakan bahwa niatan dari Kesultanan Demak untuk menyerang ke Malaka pada 1513 adalah untuk mengusir bangsa Portugis dari tanah Nusantara. Namun menurut laporan dari J. de Barros, disebutkan bahwa niatan untuk menyerang Malaka sejatinya sudah dipersiapkan sejak lima tahun sebelumnya, sebelum bangsa Portugis datang ke Malaka. Jadi dapat dikatakan sejatinya penyerangan ke Malaka adalah sebuah ekspansi, bukan pengusiran bangsa Portugis.
Namun semenjak 1511, Portugis sudah lebih dahulu datang dan kemudian berhasil menguasai Malaka, maka Kesultanan Demak harus mengalahkan dan mengusir Portugis yang memiliki kekuatan cukup kuat dari tanah Malaka.

Berbekal kurang lebih seratus kapal dan beberapa ribu tentara yang berasal dari Semarang, Jepara, Rembang , dan Palembang, berangkatlah Adipati Unus menyerang Malaka yang berada dibawah kekuasaan Portugis. Walau memiliki pasukan yang cukup besar, namun akhirnya pasukan Demak harus mengakui kekalahan dari Portugis yang bersenjatakan lebih lengkap dan canggih.Dari sekitar seratus kapal yang berangkat, hanya tujuh kapal yang dilaporkan berhasil pulang. Meski gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda dalam menyerang Portugis yang kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa, ia bahkan diberikan gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke utara )

Untuk nasib dari Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang menjelaskan secara berbeda. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran berlangsung, namun menurut Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke Jawa, namun tak lama ia menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat. Sumber lain mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh.

Di sisi lain, kegagalan Adipati Unus disambut dengan gembira oleh sebagian pihak di Jawa, khususnya mereka – mereka di pantai utara Jawa yang mempunyai relasi cukup baik dengan bangsa Portugis dalam bidang perdagangan. Adipati Wira dari Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang yang muslim namun dianggap bukan seorang pengikut yang taat, sehingga disebutkan oleh Tome Pires ia lebih suka menjalin relasi dengan Portugis dibandingkan dengan Kesultanan Demak. Sehingga pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus disingkirkan karena dianggap ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dilancarkanlah ekspansi ke beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau meluasnya pengaruh Portugis di tanah Jawa.

Memang belum jelas bagaimana nasib Adipati Unus setelah kegagalanya menyerang Portugis. Tetapi satu hal yang pasti, kekuasaanya sebagai penguasa Kesultanan Demak berakhir dalam waktu yang singkat dan kemudian diserahkan kepada Sultan Trenggana.Walau memiliki pasukan yang cukup besar, namun akhirnya pasukan Demak harus mengakui kekalahan dari Portugis yang bersenjatakan lebih lengkap dan canggih.Dari sekitar seratus kapal yang berangkat, hanya tujuh kapal yang dilaporkan berhasil pulang.
Meski gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda dalam menyerang Portugis yang kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa, ia bahkan diberikan gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke utara) Untuk nasib dari Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang menjelaskan secara berbeda. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran berlangsung, namun menurut Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke Jawa, namun tak lama ia menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat.

Sumber lain mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh. Di sisi lain, kegagalan Adipati Unus disambut dengan gembira oleh sebagian pihak di Jawa, khususnya mereka – mereka di pantai utara Jawa yang mempunyai relasi cukup baik dengan bangsa Portugis dalam bidang perdagangan.

Adipati Wira dari Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang yang muslim namun dianggap bukan seorang pengikut yang taat, sehingga disebutkan oleh Tome Pires ia lebih suka menjalin relasi dengan Portugis dibandingkan dengan Kesultanan Demak. Sehingga pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus disingkirkan karena dianggap ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dilancarkanlah ekspansi ke beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau meluasnya pengaruh Portugis di tanah Jawa. Walau memiliki pasukan yang cukup besar, namun akhirnya pasukan Demak harus mengakui kekalahan dari Portugis yang bersenjatakan lebih lengkap dan canggih.Dari sekitar seratus kapal yang berangkat, hanya tujuh kapal yang dilaporkan berhasil pulang.

Meski gagal, keberanian Adipati Unus yang masih muda dalam menyerang Portugis yang kuat, terdengar beritanya ke penjuru pulau Jawa, ia bahkan diberikan gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang menyebrang ke utara ) Untuk nasib dari Adipati Unus sendiri ada beberapa laporan yang menjelaskan secara berbeda. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat saat pertempuran berlangsung, namun menurut Raffles, Adipati Unus berhasil selamat dan pulang ke Jawa, namun tak lama ia menderita penyakit paru – paru dan akhirnya wafat. Sumber lain mengatakan ia berhasil pulang walau dengan tangan hampa keberanian sang pangeran muda melawan Portugis di kenang oleh warga di Pulau Jawa, sebab di usia yang masih muda ia dengan berani melawan bangsa Portugis yang pada masa itu dikena sebagai bangsa yang cukup kuat dan tangguh.

Di sisi lain, kegagalan Adipati Unus disambut dengan gembira oleh sebagian pihak di Jawa, khususnya mereka – mereka di pantai utara Jawa yang mempunyai relasi cukup baik dengan bangsa Portugis dalam bidang perdagangan. Adipati Wira dari Tuban contohnya, ia diyakini walaupun seseorang yang muslim namun dianggap bukan seorang pengikut yang taat, sehingga disebutkan oleh Tome Pires ia lebih suka menjalin relasi dengan Portugis dibandingkan dengan Kesultanan Demak.

Sehingga pihak – pihak ini dirasa oleh Adipati harus disingkirkan karena dianggap ancaman bagi Kesultanan Demak. Oleh karena itu, dilancarkanlah ekspansi ke beberapa daerah di pantai Utara Jawa untuk menghalau meluasnya pengaruh Portugis di tanah Jawa. Memang belum jelas bagaimana nasib Adipati Unus setelah kegagalanya menyerang Portugis.Tetapi satu hal yang pasti, kekuasaanya sebagai penguasa Kesultanan Demak berakhir dalam waktu yang singkat dan kemudian diserahkan kepada Sultan Trenggana.

Sumber : Google Wikipedia

 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

  KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH Orientasi Kabupaten Banggai Kepulauan adalah salah satu kabupaten yang ter...