Senin, 30 Oktober 2023

KOTA KARAWANG PROVINSI JAWA BARAT

KOTA KARAWANG

PROVINSI JAWA BARAT

 

Sejarah Kota Karawang Lengkap (Update 2022)

July 29, 2021 by admin

Orientasi

Saya mulai tertarik mencari tahu tentang Sejarah Kota Karawang pada tahun 2012. Awalnya dapat job mengelola sebuah media yang mempromosikan tentang seni budaya, sejarah dan pariwisata daerah. Dari sana akhirnya saya belajar banyak hal tentang sejarah dan budaya lokal. Pada mulanya, saya tidak begitu tertarik pada Sejarah Karawang.

 

Saya lebih menyukai fragmen Sejarah Kerajaan Pajajaran. Sejak kecil saya sangat menyukai cerita Saur Sepuh di radio dan koran Doyok milik Pos Kota.

 

Saya baru mendalami penelusuran Sejarah Karawang begitu mendapati betapa minimnya informasi Kesejarahan Lokal. Tidak banyak buku yang mengupas Sejarah Karawang. Banyak orang Karawang sendiri kesulitan saat mencari informasi tentang sejarah kotanya. Terutama para mahasiswa yang butuh referensi penelitian, dan anak-anak muda yang ingin tahu sejarah kotanya.

 

Tahun 2016 saya menerbitkan buku berjudul Membongkar Sejarah Karawang : The First Kingdom of Java Dwiva. Tujuannya, agar Masyarakat Karawang bisa lebih mengenal daerahnya dan tidak kesulitan saat mencari referensi Sejarah Kota Karawang.

Selain itu, saya melihat bahwa informasi Sejarah Kota Karawang yang selama ini beredar di masyarakat dirasa belum utuh dan masih banyak kekurangan.

Sebelum mengupas lebih dalam Sejarah Kota Karawang, kita simak dulu lingkungan daerahnya.

 

 

Table of contents

Gambaran Geograpis Kabupaten Karawang

Kilas Sejarah Karawang

Arti Nama Karawang

I.     Sejarah Karawang Kuno (Abad 1-3 Masehi)

       Berita Cina

       Sejarah Koying

       Sejarah Karawang Kuno Dalam Tradisi Pantun

       Argyre Kota Perak

       Penelitian Modern

       Sejarah Peradaban Buni

       Konklusi

II.    Sejarah Karawang Era Kerajaan Tarumanegara (Abad 4-7 Masehi)

       Kerajaan Salakanagara

       Berdirinya Kerajaan Tarumanagara

       Sumber dan Bukti Kerajaan Tarumanagara

       Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara

       Kerajaan Lokal Karawang Pada Masa Kerajaan Tarumanagara

III.   Sejarah Karawang Pada Masa Kerajaan Sunda (Abad 7-14 Masehi)

       Kerajaan Sunda

       Kisah Kerajaan Sanggabuana

IV.   Sejarah Karawang Pada Masa Sumedang Larang

V.    Sejarah Karawang Pada Masa Mataram (Abad 16)    

       Berdirinya Kabupaten Karawang

       Piagam Plat Kuning Kandang Sapi

       Karawang Negara Agung Bagian Barat

       Karawang Diserahkan Pada Kompeni

       Pemberontakan 1677

VI.   Sejarah Karawang Pada Masa Kompeni (1677)

       Kedatangan Pertama Kompeni ke Karawang

       Berdirinya Benteng Tanjungpura

       Sejarah Kota Karawang Masa VOC

       Wilayah Jajahan Pertama VOC

       Bupati Karawang Era VOC :

Gambaran Geografis Kabupaten Karawang

Secara geografis Kabupaten Karawang terletak di titk koordinat 107o02’ – 107o40’ BT dan 5o562’ – 6o34’ LS. Secara topografis sebagian besar wilayahnya, terutama di bagian utara termasuk dataran alluvial dengan ketinggian sekitar 0.6 m di atas permukaan laut, dan kemiringan tanah 0.2 %. Sementara bagian selatannya merupakan kawasan perbukitan yang merupakan bagian dari Gunung Sanggabuana.

Luas wilayah Kabupaten Karawang 1.753,27 km2 atau 3,73% dari luas Provinsi Jawa Barat. Secara administratif, Kabupaten Karawang memiliki 30 kecamatan yang terbagi menjadi 298 desa dan 11 kelurahan. Wilayah Karawang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah barat, Kabupaten Subang di sebelah timur, dan Kabupaten Purwakarta di sebelah tenggara, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur. Sementara bagian utara Kabupaten Karawang berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Luasnya kawasan alluvium di Kabupaten Karawang kemudian menjadikan kawasan ini menjadi wilayah pertanian sawah dengan pengairan (irigasi) yang subur. Oleh karena itu, sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani dan nelayan di daerah pantai. Profesi sebagai petani dan nelayan ini yang kemudian mempengaruhi corak kebudayaan yang berkembang di Kabupaten Karawang. Banyak keyakinan, ritus, dan seni di Kabupaten Karawang yang lahir dari latar belakang pertanian dan nelayan seperti babarit, nyalin, hajat bumi, nadran, seni topeng dan tari jaipong.

Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang tahun 2016 menyebutkan bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Karawang mencapai 2.295.778 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.177.310 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.118.468 jiwa. Dalam kehidupan keseharian penduduk Karawang didukung oleh keragaman bahasa yaitu Bahasa Sunda, Jawa, Betawi, Melayu, dan Cina. Sumber lokal yang memuat informasi Sejarah Karawang kebanykan berasal dari Bahasa Sunda dan Jawa.

Terdapat sekitar 10 naskah sejarah di Kabupaten Karawang, dan tersebar di berbagai pelosok kecamatan dan desa.

Kilas Sejarah Karawang

Berdasarkan data historis, Kabupaten Karawang disimpulkan memiliki perjalanan perdaban yang cukup panjang. Kita awali dengan asal-usul nama Karawang. Toponimi (asal-usul penamaan) memiliki informasi kesejarahan yang tidak boleh diabaikan saat kita ingin mengupas suatu misteri sejarah. Seperti apa perjalanan Sejarah Kota Karawang?

Arti Nama Karawang

Saya pertama kali mendengar arti nama Karawang saat di SMA. Seorang teman mengatakan bahwa Karawang berasal dari kata ka-rawa-an. Beberapa tahun kemudian saya baru tahu bahwa istilah ka-rawa-an dipopulerkan oleh Dalang Cecep Supriadi dalam buku Babad Karawangnya. Tapi, berdasarkan kilasan fragmen peradaban Karawang dari masa ke masa saya melihat arti nama Karawang lebih luas dari sekadar ka-rawa-an.

Beberapa arti dan istilah nama Karawang :

1.    Ka-rawa-an (Bhs. Sunda Kiwari) : Wilayah yang terendam rawa-rawa (Rawagede)

2.    Karawang (Bhs. Sunda Kuno) : Berlubang-lubang/ karancang

3.    Caravam (Bhs. Portugis) : Pelapalan nama Karawang lidah Portugis

4.    Kara – Wang (Bhs. Sanskrit) : Hadiah Upeti (kara) berupa emas (wang)

5.    Karawang (Bhs. Bali) : Logam (berharga)

6.    Ngarwang (Bhs. Sunda Kuno) : Penggalian

7.    Bakan Karawang : Kampung Pertama Karawang di Teluk Bunut

8.    Ujung Karawang : Batas Sungai Citarum di Teluk Bunut

9.    Krawang-Rangkas Sumedang : Krawang Perbatasan Sumedang.

Selama ini kisah Sejarah Kota Karawang hanya berputar di masa kekuasaan Mataram. Bahwa Singaperbangsa dan Wirasaba diutus ke Karawang oleh Sultan Agung untuk membuat kantong-kantong logistik pertanian sebagai persiapan Mataram menyerang Batavia yang dikuasai Kompeni. Kebanyakan seperti itu, namun adanya Pecandian Batujaya, ditambah cerita dan mitos menimbulkan keyakinan bahwa Sejarah Karawang sepertinya jauh lebih megah dari cerita yang berkembang selama ini.

Saya lari ke sejumlah literatur asing untuk menelisik Sejarah Karawang paling awal. Penelusuran saya berawal di titik paling awal : Emporium Koying. Selama ini penelusuran Sejarah Kota Karawang jaman dulu umumnya dimulai di masa kekuasaan Mataram. Tapi, banyak data dan bukti yang menunjukkan bahwa Sejarah Kota Karawang telah ada sejak awal Masehi

I.     Sejarah Karawang Kuno (Abad 1-3 Masehi)

       Pragmen Sejarah Kota Karawang pada era kuno terdokumentasikan dalam Berita Cina tahun 220-280 yang bernama Nan Chou I Wu Chih. Sejarah Kota Karawang era kuno banyak tercatat dalam literatur asing.

       Berita Cina

       Nan Chou I Wu Chih adalah sebuah catatan perjalanan Wan Chen yang berasal dari Dinasti Wu. Wan Chen mencatat bahwa di daerah selatan atau yang oleh Bangsa Cina dinamakan Kun-lun-po (nusantara),terdapat sebuah pusat perdagangan yang sangat penting bernama Koying.

       Koying adalah sebuah pelabuhan besar, dan menjadi tempat persinggahan terakhir kapal-kapal dari India. Nama Pelabuhan Koying juga terdokumentasikan dalam laporan utusan Kaisar Dinasti Wu, Ch`ih Wu, untuk kerajaan Hindu Funan (Vietnam) pada abad ke-3. Utusan yang bernama Chung-Lang Kang-Tai dan Chu-Ying mencatat adanya sebuah tempat bernama Ge-ying, yang juga diterjemahkan sama dengan Koying. Menurut informasi, Koying merupakan pusat perdagangan yang mengekspor mutiara, permata, emas, dan kacang-kacangan (Singapura and the Silk Road of the sea, John Miksic : 61) Informasi dari Wan-Chen dan Kang-Tai tentang lokasi Koying menurut beberapa peneliti merujuk pada sebuah kerajaan yang berada di Indonesia bagian barat. Seorang biksu bernama Bodhibadra (359-429) yang sedang melakukan perjalanan menuju Cina juga mencatat adanya sebuah tempat bernama Koying.

       Sejarah Koying

       Sampai sekarang, lokasi Koying belum dapat dipastikan seperti halnya kerajaan-kerajaan kuno lainnya yang berdiri pada awal Masehi. Para peneliti dari berbagai negara memiliki teori masing-masing tentang lokasi Koying. Namun peneliti asal Cornell University, Oliver Wiliam Wolter, memprediksi bahwa nama Koying merujuk pada nama Karawang. Sebutan Koying sama dengan sebutan Kawang. Dan nama Kawang menunjuk pada lokasi Karawang, Jawa Barat.

       Peneliti lainnya seperti Profesor McCoy dan juga Profesor Hasan Djafar, berpendapat sama dan mendasarkan argumennya akurasi pengucapan kata pada abad 3 Masehi dengan rekontrusi pelapalan Koying dengan Kawang, dan akhirnya menjadi Karawang. Dan jika hasil penelitian itu dibenarkan maka berarti nama dan Sejarah Karawang sudah ada sejak awal Masehi. Pengucapan nama Karawang dalam bahasa Cina pada masa itu adalah Koying. Nama Koying menjadi titik awal fragmen Sejarah Karwang pada awal Masehi.

       Sejarah Karawang Kuno Dalam Tradisi Pantun

       Indikasi Pelabuhan Koying dalam berita Cina memiliki kemiripan dengan informasi dari tradisi lisan Sunda. Pantun Bogor Pakujajar Beukah Kembang menceritakan hal serupa. Disebutkan bahwa pada jaman dahulu di pantai utara Jawa (Bekasi/Karawang) terdapat sebuah pelabuhan besar. Pelabuhan itu milik kerajaan bernama Kuta Tambaga. Di sana produksi perahu-perahu Kuta Tambaga dibuat dengan berbagai ukuran. Perahu-perahu itu mengembarai samudera, dan berhubungan dengan daerah-daerah jauh. Galangan kapalnya berada di Jatinagara kini (cikal bakal ibukota Bekasi yang pertama).

       Pelabuhan Kuta Tambaga didirikan oleh sosok bernama Ki Lutung, yang dalam pantun tersebut dikenal sebagai salah satu leluhur Bangsa Sunda. Dalam pantun disebutkan bahwa Pelabuhan Kuta Tambaga masih ada ketika Bangsa India mendirikan ibukota kerajaan Tarumanegara di Sunda Kalapa, yang bernama Sundapura.

       Argyre Kota Perak

       Sejarah Karawang tercatat dalam khazanah pengetahuan Mesir Kuno.

       Claudius Ptolemy adalah seorang ahli matematika, astronomi, geografi, perbintangan, sekaligus sastrawan dan penyair dari Mesir. Dia hidup pada masa Helenistik tahun 90-168.

       Tahun 150 Ptolemy menggambar peta dunia (Geografhica) dan mencatat keberadaan sebuah wilayah bernama Argyre di Asia Tenggara. Argyre terkenal sebagai wilayah penghasil Perak. Di terdapat beberapa lokasi strategis diantaranya adalah kota Sambra, Sada, Muara Sungai Sados, Pasar Berabona, Muara Sungai Temala, Tanjung Argyre, dan kota metropolis Triglipton.

       Ptolemy mengetahui informasi itu dari para pedagang dan pelaut India.

       Lokasi pasti Argyre tidak pernah diketahui secara pasti oleh para ahli modern, karena informasi dari peta-peta kuno, utamanya peta karya Ptolemy dianggap masih membingungkan. Namun jika dikomparasikan dengan sumber-sumber dari India, maka sebagian ahli berpendapat jika Argyre berada di Kawasan Nusantara. Tepatnya di pulau Jawa bagian barat. Lokasi dan karakteristik Argyre berdasarkan sejumlah penelitian merujuk pada Pelabuhan Koying di Karawang.

       Menurut Noel F Singer dalam bukunya, Vaishali and the Indianization of Arakan, produksi emas dan perak dari Argyre itulah yang kemungkinan besar mengenalkan Jawadwiva ke berbagai Negara sehingga mendorong orang-orang untuk datang, termasuk rombongan Dewawarman pendiri Salaka Nagaradan rombongan Salankaya pendiri Tarumanegara.

       Penelitian Modern

       Pada awal tahun 1980-an di dekat pantai utara Karawang, tepatnya di Desa Segaran Kecamatan Batujaya, ditemukan sebuah kompleks percandian yang sangat luas. Berdasarkan penelitian, Pecandian di Batujaya dibangun pada masa Kerajaan Tarumanagara. Melalui metode isotop Carbon-14 diketahui, bahwa Pecandian Batujaya dibangun pertama kali antara abad 6 dan 7 Masehi, dan dilanjutkan lagi pada abad 9 dan 10. Adanya pembangunan tahap dua diketahui berdasarkan sampel arang yang terdapat pada Candi Blandongan, yang menunjukkan pertanggalan 680-980 M.

       Candi Batujaya merupakan candi Buddha tertua yang pernah ditemukan di Indonesia. Tetapi lokasi situsnya sendiri diperkirakan sudah ada sejak abad satu Masehi, atau sebelum masuknya agama Hindu-Budha. Hal itu diketahui berdasarkan temuan barang keramik di sekitar situs yang dihasilkan dari hubungan perdagangan dengan India pada abad 1 – 3 Masehi. Temuan kerangkan manusia prasejarah dan benda-benda bekal kubur pada tahun 2010 di sekitar pecandian juga menunjukkan bahwa di Karawang telah ada kebudayaan lokal sebelum masuknya pengaruh India. Sejarah Karawang jauh lebih tua, megah dan spektakuler dari yang kita bayangkan.

       Sejarah Peradaban Buni

       Adanya kebudayaan lokal awal Masehi di pantai utara diketahui berdasarkan penemuan benda-benda kuno di Situs Buni yang terletak di Kampung Buni Pasar Mas, Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Di sana ditemukan beliung persegi, manik-manik, perhiasan emas, periuk, kendi, batang besi, hingga piring Arekamedu dari India. Penelitian Arkenas menyebutkan bahwa pada masa akhir prasejarah atau masa perundagian yang berlangsung awal Masehi, telah muncul suatu corak peradaban di daerah pesisir. Peradaban tersebut menyebar di beberapa tempat di Indonesia, termasuk di Karawang.

        Konklusi

       Keterangan dari Berita Cina, Tradisi Pantun dan hasil penelitian modern memiliki kesamaan yang menunjukkan bahwa Sejarah Karawang sudah ada sejak awal Masehi. Berita Cina menginformasikan di Karawang terdapat sebuah pelabuhan besar bernama Koying. Sedangkan tradisi pantun menyebutnya Pelabuhan Kuta Tambaga. Ahli Mesir Kuno,Ptolemes menyebutnya Argyre atau Kota Perak.

       Keberadaan Sejarah Kuno Awal Masehi di Karawang kemudian dibuktikan melalui hasil penelitian modern lewat penemuan berbagai benda kuno di Batujaya dan pesisir Karawang lainnya. Tidak mudah untuk memastikan eksistensi KutaTambaga dengan Pelabuhan Rawa Tambaganya ataupun Argyre dengan Emporium Koyingnya. Tidak ada data penelitian lokal dan nasional yang merujuk ke sana. Informasi kerajaan tertua padaawal Masehi seringnya berkisar pada kisah Kerajaan Salakanagara di Teluk Lada, Banten. Setelah era Koying, tibalah masa Kerajaan Tarumanaegara.

II.    Sejarah Karawang Era Kerajaan Tarumanegara (Abad 4-7 Masehi)

      Setelah era Kebudayaan Buni, selanjutnya Sejarah Karawang memasuki era kerajaan. Era Kerajaan diawali dengan kedatangan Bangsa India. Seperti dibahas sebelumnya, bahwa keberadaan Pelabuhan Kuta Tambaga atau Koying membuat Karawang terkoneksi dengan wilayah-wilayah lain. Khususnya, India.

       Kerajaan Salakanagara

       Sejak abad 1, banyak orang India datang ke Karawang. Ada yang hendak berdagang. Mengungsi karena perang di negaranya. Mencari emas dan perak. Atau, menyebarkan agama Hindu Budha. Kelompok pertama berasal dari keluarga Palawa dipimpin Dewawarman. Mereka tiba di Teluk Lada, Banten. Pada tahun 130 Masehi Dewawarman mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara yang beribu kota di Rajatapura.

       Berdirinya Kerajaan Tarumanagara

       Tahun 348 M, datang lagi rombongan India dari Wangsa Salankayana yang dipimpin seorang Maharesi. Mereka datang ke pesisir Sunda disebabkan kerajaan mereka dihancurkan Wangsa Maurya. Maharesi dan ratusan pengikutnya kemudian mendirikan perkampungan di pinggir Sungai Citarum yang diberi nama Tarumadesya (Bekasi, kini).

       Ketika perkampungan Tarumadesya semakin ramai kemudian berubah menjadi kerajaan dengan nama Tarumanagara, dan Sang Resi menjadi rajanya dengan gelar Sang Jayasinghawarman Ghurudharmapurusa. Sedangkan perkampungan Tarumadesya berganti menjadi kota bernama Jayasinghapura. Sejak itu kerajaan Tarumanagara semakin berkembang dan mencapai puncaknya pada masa Raja Purnawarman.

    Di bawah pemerintahan Purnawarman (395-434), ibukota Tarumanagara dipindahkan ke Sundapura. Purnawarman juga membuat pelabuhan di tepi pantai sebagai tempat berlabuhnya kapal- kapal dari berbagai negara. Kerajaan Tarumanagara menggantikan kedudukan Kerajaan Salakanagara.

       Sumber dan Bukti Kerajaan Tarumanagara

       Selain dari Berita Cina, informasi keberadaan Tarumanagara diperoleh dari prasasti-prasasti peninggalannya seperti Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Munjul, Prasasti Muara Prasasti Cianten, Prasasti Jambu dan Prasasti Pasir Awi. Kompleks Percandian Batujaya Karawang juga dianggap sebagai bangunan peninggalan Kerajaan Tarumanagara.

     Sementara itu seorang biksu Cina bernama Fa-Hsien menulis dalam Fo-kuo-chi (report the Budhist Kingdom) bahwa dalam perjalanan pulang dari India dan menuju Canton, China, kapalnya diterjang badai. Mereka terdampar di sebuah negara yang disebut Jawadwiva. Peristiwa itu terjadi tahun 414 dan menurut Nicolaas J, Kroom dalam Hindoe Javanesche Geschiedenis berdasarkan observasi oleh C.M Pleyte, mengatakan bahwa nama kerajaan di Jawadwipa pada abad 4-7 Masehi adalah Tarumanagara.

       Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara

       Kerajaan Tarumanagara dianggap sebagai kerajaan besar di Tanah Sunda. Mayoritas ahli sejarah menduga bahwa Tarumanagara pertamakali berdiri di dekat Sungai Citarum, Karawang Utara (sekarang Bekasi). Selama berkuasa hampir 5 abad, Tarumanagara memiliki 48 lebih wilayah kekuasaan yang terbentang dari Pandeglang sampai Jawa Tengah.

       Teks Wangsakerta mencatat bahwa pada masa kejayaannya Purnawarman menguasai sedikitnya 48 daerah, diantaranya adalah Salakanagara, Cupunagara, NusaSabay, Purwanagara, Ujung Kulon, Gunung Kidul, Purwalingga, Agrhabinta, Bhumi Sabara, Bumi Sagandu, Paladu,Kosala, Manukrawa, Malabar, Sindangjero, Purwakerta, Wanagiri, Galuhwetan, Cangkuang, Sagara Kidul, Gunung Kubang, Gunung Cupu, Alengka, Gunungmanik, KarangSindulang, Gunung bitung, Tanjung Kalapa, Pakuan Sumurwangi, Kalapa Girang, Sagarapasir, Rangkas, Pasir Sanggarung, Pura Dalem, Linggadewa, Tanjung Camara, Wanadatar, Setyarata, Jatiagung, Wanajati, Dwakalapa, Pasirmuhara, Indihiang, Muara Suba, Muara Citarum, Legon, Indraparahasta dan lainnya.

    Menurut Ptof. Ekadjati, Tarumanagara adalah kerajaan model city state (Negara Kota). Tarumanagara hanya berkuasa di kotanya saja yang bernama Sundapura.Tapi dalam perkembangannya sepertinya mereka mampu menyebarkan pengaruh politiknya ke banyak wilayah sehingga kerajaan-kerajaan lokal akhirnya mengakui legitimasi kekuasaannya, dengan cara adanya seba atau pemberian upeti setiap tahun ke ibukota. Kerajaan Tarumanegara runtuh karena beberap hal seperti tsunami Gunung Krakatau Purba, dan pengaruh Sriwijaya

       Kerajaan Lokal Karawang Pada Masa Kerajaan Tarumanagara

       Berdasarkan tinjauan toponimi dan lokasi sepertinya Karawang adalah wilayah yang memiliki banyak kerajaan pada masa lalu, terlebih lagi Karawang sudah mengembangkan konsep pergaulan skala internasional dengan adanya Emporium Koying. Teks Wangsakerta juga menginformasikan bahwa ketika para pendatang dari India memasuki Citarum maka mereka mendapati banyaknya desa dan penduduk di sekitarnya.

       Berikut adalah beberapa nama daerah di Karawang yang diperkirakan sudah berdiri sejak masa Tarumanagara dengan mempertimbangkan kesamaan nama, ketersediaan jalur transfortasi sungai atau laut dan adanya jejak-jejak purbakala.

1.    Dwa Kalapa

2.    Bumi Sagandu

3.    Linggadewa

4.    Pasir Sanggarung

5.    Tanjung Camara

6.    Manukrawa

7.    Legon

8.    Wanajati

9.    Karang Sedulang

III.   Sejarah Karawang Pada Masa Kerajaan Sunda (Abad 7-14 Masehi)

       Pada masa raja terakhir yang bernama Linggawarman, tahta kerajaan Tarumanagara diserahkan kepada Tarusbawa, menantunya. Tarusbawa kemudian memindahkan pusat kekuasaan ke Bogor, dan menamakan kerajaannya dengan sebutan Kerajaan Sunda pada tahun 670. Hal itu memicu Wretikandayun, yang juga menantu Linggawarman, untuk memisahkan diri dan mendirikan kekuasaan Galuh.

       Kerajaan Sunda dan Galuh dipisahkan berdasarkan batas Sungai Citarum.

       Pada tahun 1482, Sri Baduga Maharaja, anak dari Dewaniskala, menggabungkan kedua kerajaan dan mengawali sejarah kerajaan Sunda Pajajaran dengan beribukota di Pakuan.

       Kerajaan Sunda

       Dalam tradisi pantun, kerajaan pertama Sunda sudah berdiri jauh sebelum abad 7. Bahkan sebelum adanya Kerajaan Salakanagara dan Tarumanagara. Nama kerajaan Sunda disebutnya Nagara Sunda. Pantun Pakujajar Beukah Kembang dan Pantun Ngadeugna Nagara Pajajaran menyebutkan bahwa penguasa pertama Nagara Sunda bergelar Purwa Adji.

      Tradisi pantun menyebutkan bahwa kota pertama Nagara Sunda didirikan di atas sebuah gunung, tanpa ada penjelasan lokasi persisnya. Salah satu asumsi yang muncul mengenai kota pertama Nagara Sunda adalah Dayeuh Kuta Tambaga yang didirikan oleh Ki Lutung di hilireun Cipamingkis. Ketika Kerajaan Tarumanagara berkembang, maka kerajaan Sunda menjadi bawahannya. Kerajaan Sunda bangkit kembali pada abad 7 seiring kemunduran Kerajaan Tarumanagara. Hal itu ditandai dengan adanya Prasasti Juru Pangambat :

       Ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda. Terjemahannya menurut Bosch: Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan dikembalikan kepada raja Sunda. Sejumlah ahli menyebutkan Prasasti Juru Pangambat sebagai bentuk pemberian atau pengembalian kekuasaan Tarumanagara kepada para penguasa lokal.

       Pada masa Kerajaan Sunda, Karawang tercatat memiliki pelabuhan dagang yang strategisdi muara Sungai Citarum. Karawang menjadi titik hubung wilayah Sunda pedalaman. Terdapat jalan penting melintasi Karawang yang menghubungkan ibu kota Pakuan dengan Galuh.

      Pada masa kerajaan Sunda dipimpin Prabu Niskalawastu Kancana, Karawang kedatangan seorang penyebar Islam bernama Syech Hasanudin, atau populer disebut Syeh Quro. Kedatangan Syech Quro menjadi awal proses islamisasi di wilayah Sunda. Salah seorang santri Syech Quro yang bernama Subang Larang, menikah dengan Prabu Siliwangi. Pernikahan keduanya melahirkan Walangsungsang, RaraSantang dan Jaka Sangara.

       Kisah Kerajaan Sanggabuana

     Pantun Bogor menuturkan bahwa kerajaan Sunda pertama yang bernama Kuta Tambaga disinyalir berlokasi di daerah Karawang Selatan. Kerajaan Kuta Tambaga hilang ketika terjadi letusan Gunung Krakatau Purba pada abad 4-5 Masehi. Letusan Krakatau menyebabkan Kerajaan Tarumanaga menjadi lemah. Pada saat yang sama muncul kekuatan baru bernama Sriwijaya di wilayah Sumatera. Pengaruh Sriwijaya menyebar hingga ke wilayah Jawa.

       Ketika Kerajaan Tarumanagara melemah dan wilayah pesisir Jawa Barat dikuasai Sriwijaya, di Kawasan Sanggabuana Karawang terdapat pecahan negara bawahan. Negara bawahan Tarumanagara itu bernama Kerajaan Sunda. Penguasanya adalah campuran keluarga Tarumanagara dengan penguasa lokal. Keluarga Tarumanagara yang berada di pedalaman Karawang diperkirakan adalah orang-orang yang selamat dari bencana letusan Krakatau Purba. Menurut rekontruksi sejarah lokal, Kerajaan Sunda Sanggabuana dipercaya berdiri dan dipimpin oleh tujuh raja.

       Salah satu peninggalan Kerajaan Sunda di Sanggabuana terdapat di Kebon Jambe. Tahun 2012 Pemerintah Daerah Karawang mulai melakukan penelitian di wilayah Karawang Selatan dengan melibatkan sejumlah arkeolog. Program itu dilakukan karena banyaknya peninggalan purbakala yang ditemukan oleh masyarakat yang membuktikan kemungkinan adanya peradaban kuno di wilayah itu.

      Salah satu lokasi penelitian adalah Kebon Jambe yang berada di kaki Gunung Sanggabuana, Dusun Jayanti, Desa Mekarbuana, Tegalwaru. Tempat itu dinamakan Kebon Jambe karena di sana banyak terdapat pohon jambe. Masyarakat sering menemukan benda-benda kuno di sana, seperti serpihan bekas pembuatan benda logam. Selain itu pada waktu-waktu tertentu masyarakat suka mendengar alunan gamelan dan melihat sosok ular raksasa. Selama puluhan tahun Kebon Jambe dikenal sebagai lokasi keramat.

IV.  Sejarah Karawang Pada Masa Sumedang Larang

      Ketika Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 maka Sumedang Larang menyatakan diri sebagai penggantinya. Seluruh daerah bekas Pajajaran diluar Banten, Cirebon dan Batavia dianggap sebagai wilayah kekuasaan Sumedang Larang. Karawang masuk ke dalam kekuasaan Sumedang Larang.

    Wilayah Karawang disebutnya Rangka Sumedang atau perbatasan Sumedang. Sebutan itu menunjukkan posisi geografis Karawang yang merupakan wilayah perbatasan Sumedang di sebelah barat yang berbatasan langsung dengan Banten di barat, dan Cirebon di utara.

       Adapun menurut Babad Pasirluhur, titik perbatasan itu berada di Udug-udug, tepi timur Sungai Citarum. Profesor Ekadjati dalam buku Sejarah Kuningan menyebut bahwa diantara putra Geusan Ulun ada yang disebut Dalem Krawang. Sebutan Dalem Krawang dapat diartikan sebagai penguasa daerah Krawang. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa pada masa Geusan Ulun daerah Karawang yang disebutnya Rangkas Sumedang dipimpin oleh pejabat dari Sumedang.

       Adanya penamaan Dalem Krawang mengindikasikan jika nama Karawang sudah dikenal sejak masa Geusan Ulun, hanya saja batas-batas wilayahnya tidak diketahui pasti. Sementara itu tidak jauh dari muara pertemuan Sungai Cibeet dan Citarum berdiri sebuah pemukiman yang didirikan oleh orang-orang Sumedang, sehingga daerah tersebut dinamakan Sumedangan (Kasumedangan). Pendiri Kasumedangan adalah Raksanagara, adik Ratu Harisbaya, istri Geusan Ulun.

V.    Sejarah Karawang Pada Masa Mataram (Abad 16)

       Tahun 1620 Sumedang Larang tunduk pada Mataram. Sejak itu wilayah Sunda berada di bawah kekuasaan Mataram, termasuk Karawang. Sekitar tahun 1622 saingan Mataram di sebelah barat, Banten, melakukan penyerangan ke Udug-Udug Karawang. Sultan Agung menganggap hal itu sebagai pelanggaran perbatasan. Pada tahun 1624-1625, Sultan Agung mengirim Aria Surengrono dari Kadipaten Wirasaba untuk mengusir Pasukan Banten. Sultan Agung juga mengirim Adipati Kertabumi III dari Galuh untuk ikut membebaskan Karawang dari Banten.

       Sejarah Karawang VS Banten

       Pertempuran dahsyat antara Pasukan Galuh (Karawang) dan Banten terjadi di Udug-Udug.

       Dalam pertempuran itu pasukan Banten berhasil dikalahkan. Mereka mundur ke seberang barat Sungai Citarum. Pasukan Galuh mengejar mereka, dan berhasil menumpas perlawanan hingga pemimpin Banten yang bernama Pager Agung terbunuh. Sisa pasukan Banten diampuni, dan mereka diizinkan tinggal di Udug-Udug bersama Rakyat Galuh.

       Adipati Kertabumi III kemudian melaporkan keberhasilannya pada Sultan Agung. Oleh Sultan Agung, Adipati Kertabumi dihadiahi sebuah keris bernama Karosinjang. Dan Adipati Kertabumi III diperintah untuk memimpin di Udug-Udug. Tetapi dalam perjalanan pulang menuju Karawang, Adipati Kertabumi meninggal di daerah Galuh. Dia dimakamkan di wilayah Banjar.

       Berdirinya Kabupaten Karawang

       Sejarah lahirnya Kota Karawang pada 14 September berawal pada masa kekuasaan Sultan Agung Mataram. Hal itu bermula dari strategi Sultan Agung untuk bisa menaklukan Batavia. Sultan Agung menganggap keberadaan VOC di Batavia sebagai ancaman dalam upayanya menyatukan Pulau Jawa. Sultan Agung menyerang Batavia dua kali, tahun 1628 dan 1629. Tetapi penyerangan itu berakhir dengan kegagalan. Salah satu penyebab kegagalannya adalah minimnya dukungan logistik. Pasukan VOC membakar semua gudang logistik Mataram di sepanjang pantai utara. Pasukan Mataram kelaparan.

       Belajar dari kegagalan penyerangan 1628-1629, Sultan Agung merencanakan strategi penyerangan baru dengan cara membangun kantong-kantong logistik di wilayah yang dekat dengan Batavia. Tahun 1633 Sultan Agung memutuskan untuk menjadikan Karawang sebagai pangkalan logistik dengan pemerintahan tersendiri. Sultan Agung kemudian memerintahkan Bupati Sumedang, Rangga Gede, untuk membentuk pemerintahan di Karawang. Hal itu menjadi titik awal perjalanan sejarah kota Karawang sebagai wilayah administratif Mataram.

       Piagam Plat Kuning Kandang Sapi

       Pembentukan pemerintahan di Karawang dirumuskan dalam Piagam Plat Kuning Kandang Sapi Gede :

       “Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana. Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.

       Terjemahan :

       “Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja. Di sebelah Barat berbatas
Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa. Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat. Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana.

       Karawang Negara Agung Bagian Barat

       Melalui piagam tersebut, Karawang dinyatakan sebagai Nagara Agung Bongas Kilen (Negara Agung di sebelah barat), sebuah konsep penataan pemerintahan ala Mataram dengan fungsi khusus pada pengadaan logistik atau pangan. Piagam Plat Kuning Kandang Sapi memerintahkan Wirasaba dan Singaperbangsa memimpin di Waringinpitu dan Tanjungpura. Orang yang bertanggung jawab dalam penempatan itu adalah Ngabehi Wirantaka dari Timbanganten.

 

       Tetapi Adipati Singaperbangsa meminta izin untuk pindah ke lokasi lain di Ujung Karawang (Teluk Bunut) yang dahulu pernah ditemukan oleh Kanduruan Tambakbaya. Tempat itu kemudian dinamakan Bakan Karawang karena lokasinya berada di Ujung Karawang. Sebuah naskah koleksi Pleyte menjelaskan, 

    Pahenggonan Ki Singaprebangsa kapranahaken dateing Babakan Krawang. Ki Surengrana kapranahaken hing Prakansapi, (Tempatnya Ki Singaperbangsa di daerah Babakan Krawang, sedangkan Ki Surengrono di Prakansapi).

       Parakan Sapi adalah pemukiman Wirasaba di daerah Gempol, Tanjung Pura. Sedangkan Babakan Krawang pemukiman Singaperbangsa adalah di wilayah Nagasari, alun-alun Karawang sekarang. Sejak itu wilayah Karawang dipimpin oleh dua orang bupati.

       Karawang Diserahkan Pada Kompeni

       Setelah tahun 1633 upaya Sultan Agung untuk menyerang Batavia tidak terealisasi. Dia wafat pada tahun 1645 dan digantikan oleh puteranya, Amangkurat I. Pada tahun 1675 terjadi pemberontakan di Mataram. Pangeran Trunajaya dari Madura berhasil menguasai istana Mataram dan memaksa Amangkurat I mengungsi. Amangkurat I meninggal dalam pelariannya.

       Putera Mahkota bernama Pangeran Anom ditunjuk sebagai pengganti dengan gelar Amangkurat II. Dan untuk melawan Trunajaya, Amangkurat II minta bantuan pada VOC. Pemberontakan Trunajaya berimbas pada politik di Karawang. Tahun 1677 pengikut Trunajaya bernama Natamanggala melakukan kekacauan di Karawang. Natamanggala menyatakan diri sebagai Bupati Karawang.

       Pemberontakan 1677

      Natamanggala mengumpulkan para pengikut Wirasaba dan kelompok budak Bali yang melarikan diri dari Batavia. Mereka membakar kampung-kampung di Karawang. Natamanggala dan pengikutnya juga menyerang kadipaten dan membunuh Bupati Singaperbangsa.

    Terbunuhnya Singaperbangsa menimbulkan perang saudara di Karawang. Para pengikut Singaperbangsa seperti Singaderpa, Suriadipati dan Wirabaya melakukan perlawanan terhadap para pemberontak. Mereka juga mengangkat putera Singaperbangsa yang bernama Raden Anom Wirasuta sebagai pengganti ayahnya. Sementara itu pemberontakan Trunajaya berhasil ditumpas oleh Amangkurat II atas bantuan Kompeni. Sebagai balas jasa, Amangkurat II menyerahkan wilayah Priangan termasuk Karawang pada Kompeni. Mulai akhir 1677 Karawang berada di bawah kekuasaan Kompeni.

VI.  Sejarah Karawang Pada Masa Kompeni (1677)

Berdasarkan perjanjian antara Amangkurat II dengan Kompeni yang dilaksanakan pada tanggal 19-20 Oktober 1677, wilayah Karawang secara resmi berada dibawah kekuasaan Kompeni. Hal itu sebagai balas jasa atas bantuan Kompeni yang ikut menumpas pemberontakan Trunajaya.

Kedatangan Pertama Kompeni ke Karawang

Pada tanggal 6 November, rombongan Kompeni dipimpin oleh Frederik Hendrik Muller berangkat menuju Karawang dengan 120 orang prajurit Eropa, dan 64 serdadu pribumi, dengan tambahan 126 Mardjikers.

Pasukan Kompeni bersama pengikut Singaperbangsa menangkapi para pemberontak dan memulihkan ketertiban di Karawang. Kompeni kemudian memfasilitasi perjanjian damai antara para pengikut Singaperbangsa, Wirasaba dan Sumedang di Tunggak Jati.

Setelah perundingan berakhir, Karawang berangsur damai. Dan pada tanggal 24-26 Desember situasi Karawang sudah betul-betul kondusif. Semua pihak yang bertikai termasuk Banten telah membuat perdamaian sehingga perpindahan kekuasaan dari Mataram ke Kompeni berjalan dengan lancar.

Berdirinya Benteng Tanjungpura

Tidak lama setelah perundingan di Tunggakjati, Kompeni mengirim prajurit ke Karawang berjumlah 20 orang belanda, 40 Mardjiker, 40 orang Ambon dan 20 orang Bali, serta beberapa petugas administrasi yang kebanyakan akan tinggal di Tanjungpura. Mereka akan membangun benteng di Tanjungpura untuk menjaga ketertiban di Karawang.

Awal Januari 1678, Era Kekuasaan Kompeni di Karawang dimulai. Kompeni mulai membangun benteng di Tanjungpura pada 23 Januari 1678. Benteng tersebut berlokasi di dekat pertemuan Sungai Citarum dengan Cibeet.

Pada bulan Januari 1678, Wirasaba mengumumkan pengangkatan Raden Anom Wirasuta sebagai Bupati Karawang. Meskipun demikian, para pengikut Singaperbangsa masih mencurigai keterlibatan Wirasaba dalam pembunuhan Singaperbangsa.

Sejarah Kota Karawang Masa VOC

Tahun 1678 menjadi tahun yang menentukan bagi arah kebijakan Pemerintahan Kompeni. Setelah pada awalnya merasa ragu, Kompeni secara pelan-pelan kemudian mulai terlibat lebih dalam mengenai urusan-urusan di wilayah Priangan termasuk Karawang. Hal itu didorong oleh adanya pergantian tahta di Mataram dan terjadinya perjanjian Oktober 1677 dimana Mataram menyerahkan wilayah dari mulai Sungai Pamanukan hingga Batavia kepada Kompeni. Oktober 1677, Karawang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Kompeni, dan hal itu kemudian ditandai dengan berdirinya Benteng Tanjungpura. Berdirinya benteng Tanjungpura adalah awal dari sejarah kolonialisme di Kota Karawang

Wilayah Jajahan Pertama VOC

Diberitakan bahwa Gubernur Jenderal dan Dewan Pemerintahan Tinggi Kompeni di Batavia sangat gembira dan bersemangat dengan dikuasainya Karawang. Dewan Kompeni di Batavia berulangkali mengirim utusan ke Karawang untuk memberi petunjuk kepada para petugasnya yang ada di sana.

Kompeni dengan semangat mempelajari adat, budaya, bahasa, etika dan kebiasaan rakyat Karawang. Dengan tegas, Dewan Kompeni meminta petugasnya untuk bersikap baik dan menerapkan kebijakan lunak terhadap Karawang sehingga peralihan kekuasaan dapat berjalan lancar. Kepada para penguasa lokal, Kompeni memberikan banyak hadiah dan janji-janji. Kompeni menganggap mereka sebagai sekutu.

Selanjutnya para penguasa Karawang dan Kompeni mulai menata lagi daerahnya. Kompeni melakukan pemetaan dan pembangunan di Karawang secara bertahap. Kompeni membangun pemukiman, mengedarkan mata uang sendiri, dan mendirikan Pos Komando.

1)  Bupati Karawang selanjutnya adalah Raden Anom Wirasuta. Dia bergelar Adipati Panatayudha I. Pusat pemerintahannya di Kartayasa. Raden Wirasuta dikenal juga sebagai Bupati Cibeet karena memiliki wilayah di sepanjang Sungai Cibeet dari mulai Jagasatru hingga Kartayasa Teluk Bunut.

2)     Bupati Karawang Era VOC :

3)     Adipati Panatayudha I (1780-1721)

4)     Jayanagara  (1721-1731)

5)     Singanagara (1731-1752)

6)     Raden Muhammad Saleh (1752-1786)

7)     Raden Singasari  (1786-1809)

8)     Pada tahun 1799, VOC atau Kompeni dinyatakan bangkrut dan bubar. Kekuasaan selanjutnya diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Sejarah Kota Karawang memasuki era kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda.

Runtuhnya kerajaan tarumanegara yang disebabkan oleh tsunami krakatau purba menurutku diragukan. Gelombang tsunami terjadi hanya di sekitar sumbernya, dengan jarak radius tergantung kekuatannya. Krakatau purba ada di selat sunda, sehingga kalau terjadi tsunami dampaknya hanya di pantai barat pulau jawa dan pantai timur/tenggara pulau sumatra. Pusat kerajaan tarumanegara yang diduga terletak di sekitar sungai citarum terlindung oleh pulau jawa. Rambatan gelombang tsunami itu lurus, tidak akan berbelok, dari selat sunda belok ke timur ke laut jawa, kemudian belok ke selatan menghantam wilayah pesisir jawa bagian utara. Jadi tidak mungkin

Ada betulnya seperti itu …. untuk kasus Karawang kami memperkirakan luberan air dari dampak tsunami tsb, bukan langsung gelombang tsunaminya

Sumber : CategoriesBlogHistory & CultureTagsKarawang HeritagePost navigation Pentingnya Membuat Tujuan Untuk Meraih Sukses – Sudahkan Anda Menulisnya?

 

-oooooooooo oOo oooooooooo-

Sumber : Google Wikipedia

 

 

KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

  KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH Orientasi Kabupaten Banggai Kepulauan adalah salah satu kabupaten yang ter...