Selasa, 16 April 2024

KABUPATEN GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN


KABUPATEN GOWA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Orientasi

Kabupaten Gowa (Makassarᨁᨚᨓ, translit. Gòwa, pengucapan bahasa Makassar: ['gɔa]) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi SelatanIndonesiaibu kota kabupaten ini terletak di kelurahan Sungguminasa. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,33 km² dan jumlah penduduk sebanyak 768.682 jiwa ditahun 2021.

Sejarah

Dalam khasanah sejarah nasional, nama Gowa sudah tidak asing lagi. Mulai abad ke-15, Kerajaan Gowa merupakan kerajaan maritim yang besar pengaruhnya di perairan Nusantara. Bahkan dari kerajaan ini juga muncul nama pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI yang berani melawan VOC Belanda pada tahun-tahun awal kolonialisasinya di Indonesia. Kerajaan Gowa memang akhirnya takluk kepada Belanda lewat Perjanjian Bungaya. Namun meskipun sebagai kerajaan, Gowa tidak lagi berjaya, kerajaan ini mampu memberi warisan terbesarnya, yaitu Pelabuhan Makassar. Pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi Kota Makassar ini dapat disebut anak kandungnya, sedangkan Kerajaan Gowa sendiri merupakan cikal bakal Kabupaten Gowa sekarang.

 

Kota Makassar lebih dikenal khalayak dibandingkan dengan Kabupaten Gowa. Padahal kenyataannya sampai sekarang Kabupaten Gowa ibaratnya masih menjadi ibu bagi kota ini. Kabupaten yang hanya berjarak tempuh sekitar 10 menit dari Kota Makassar ini memasok sebagian besar kebutuhan dasar kehidupan kota. Mulai dari bahan material untuk pembangunan fisik, bahan pangan, terutama sayur-mayur, sampai aliran air bersih dari Waduk Bili-bili.

 

Kemampuan Kabupaten Gowa menyuplai kebutuhan bagi daerah sekitarnya dikarenakan keadaan alamnya. Kabupaten seluas 1.883,32 kilometer persegi ini memiliki enam gunung, di mana yang tertinggi adalah Gunung Bawakaraeng. Daerah ini juga dilalui Sungai Jeneberang yang di daerah pertemuannya dengan Sungai Jenelata dibangun Waduk Bili-bili. Keuntungan alam ini menjadikan tanah Gowa kaya akan bahan galian, di samping tanahnya subur.

 

Geografi

Secara geografis, Kabupaten Gowa terletak pada 5°33' - 5°34' Lintang Selatan dan 120°38' - 120°33' Bujur Timur. Luas wilayah kabupaten Gowa adalah ±1.883,33 km².

 

Topografi

Kabupaten Gowa terdiri dari wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi dengan ketinggian antara 10-2800 meter di atas permukaan air laut. Namun demikian wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26% terutama di bagian timur hingga selatan karena merupakan Pegunungan TinggimoncongPegunungan Bawakaraeng-Lompobattang dan Pegunungan Batureppe-Cindako. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan ParangloeTinggimoncongBungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang sungai utama 90 Km.

 

Batas wilayah

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

 

Utara

Kota MakassarKabupaten Maros dan Kabupaten Bone

Timur

Kabupaten SinjaiKabupaten Bantaeng dan Kabupaten Jeneponto

Selatan

Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto

Barat

Kota Makassar dan Kabupaten Takalar

 

Iklim

Wilayah kabupaten Gowa menurut klasifikasi iklim Koppen beriklim muson tropis (Am) dengan dua musim yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Gowa disebabkan oleh hembusan angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan tidak banyak membawa uap air dan terjadi pada periode Mei hingga Oktober. Sementara itu, musim penghujan di wilayah kabupaten ini diakibatkan oleh hembusan angin muson barat laut–barat daya yang bersifat basah dan lembab. Musim penghujan di wilayah Gowa berlangsung pada periode November hingga April dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya lebih dari 500 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah kabupaten Gowa berkisar pada angka 2.000–3.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–180 hari hujan per tahun. Suhu udara di wilayah kabupaten Gowa berkisar pada angka 22°–33 °C dengan tingkat kelembapan nisbi ±81%.

 

Demografi

Bahasa

Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kabupaten Gowa adalah bahasa Indonesia. Menurut Statistik Kebahasaan 2019 oleh Badan Bahasa, terdapat satu bahasa daerah di Kabupaten Gowa, yaitu bahasa Makassar, khususnya dialek Lakiung, dialek Turatea, dan dialek Makassar Konjo.

 

Pemerintahan

Kecamatan

Kabupaten Gowa terdiri dari 18 kecamatan, 46 kelurahan dan 121 desa. Pada tahun 2017, kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.883,32 km² dan jumlah penduduk sebesar 752.896 jiwa dengan sebaran penduduk 400 jiwa/km².

 

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Gowa, adalah sebagai berikut:

 

Kode
Kemendagri

Kecamatan

Jumlah
Kelurahan

Jumlah Desa

Status

Daftar
Desa/Kelurahan

73.06.02

Bajeng

4

10

Desa

Bone

Bontosunggu

Lempangang

Maccinibaji

Maradekaya

Pa'bentengang

Panciro

Pannyangkalang

Paraikatte

Tangkebajeng

Kelurahan

Kalebajeng

Limbung

Mata Allo

Tubajeng

73.06.18

Bajeng Barat


7

Desa

Bontomanai

Borimatangkasa

Gentungang

Kalemandalle

Mandalle

Manjalling

Tanabangka

73.06.12

Barombong

2

5

Desa

Biringala

Kanjilo

Moncobalang

Tamannyeleng

Tinggimae

Kelurahan

Benteng Somba Opu

Lembang Parang

73.06.11

Biringbulu

2

9

Desa

Batumalonro

Baturappe

Berutallasa

Borimasunggu

Julukanaya

Lembangloe

Parangloe

Pencong

Taring

Kelurahan

Lauwa

Tonrorita

73.06.15

Bontolempangan


8

Desa

Bontolempangan

Bontoloe

Bontotangnga

Julumate'ne

Lassa-Lassa

Pa'ladingang

Paranglompoa

Ulujangang

73.06.06

Bontomarannu

3

6

Desa

Bili-Bili

Mata Allo

Nirannuang

Pakatto

Romangloe

Sokkolia

Kelurahan

Bontomanai

Borongloe

Romang Lompoa

73.06.01

Bontonompo

3

11

Desa

Barembeng

Bategulung

Bontobiraeng

Bontobiraeng Selatan

Bontolangkasa Selatan

Bontolangkasa Utara

Bulogading

Kalebarembeng

Katangka

Manjapai

Romanglasa

Kelurahan

Bontonompo

Kalaserena

Tamallayang

73.06.16

Bontonompo Selatan

1

8

Desa

Bontosunggu

Jipang

Pa'bundukang

Salajangki

Salajo

Sengka

Tanrara

Tindang

Kelurahan

Bontoramba

73.06.09

Bungaya

2

5

Desa

Bissoloro

Bontomanai

Buakkang

Mangempang

Rannaloe

Kelurahan

Je'nebatu

Sapaya

73.06.14

Manuju


7

Desa

Bilalang

Manuju

Moncongloe

Pattallikang

Tamalatea

Tana Karaeng

Tassese

73.06.07

Pallangga

4

12

Desa

Bontoala

Bontoramba

Bungaejaya

Jene'tallasa

Julubori

Julukanaya

Julupa'mai

Kampili

Pallangga

Panakkukang

Taeng

Toddotoa

Kelurahan

Mangalli

Pangkabinanga

Parangbanoa

Tetebatu

73.06.05

Parangloe

2

5

Desa

Belabori

Belapunranga

Bontokassi

Borisallo

Lonjoboko

Kelurahan

Bontoparang

Lanna

73.06.17

Parigi


5

Desa

Bilanrengi

Jonjo

Majannang

Manimbahoi

Sicini

73.06.13

Pattallassang


8

Desa

Borongpa'la'la

Je'nemadinging

Pacellekang

Pallantikang

Panaikang

Pattallassang

Sunggumanai

Timbuseng

73.06.08

Somba Opu

14


Kelurahan

Batangkaluku

Bonto-Bontoa

Bontoramba

Kalegowa

Katangka

Mawang

Paccinongang

Pandang-Pandang

Romangpolong

Samata

Sungguminasa

Tamarunang

Tombolo

Tompobalang

73.06.04

Tinggimoncong

6

1

Desa

Parigi

Kelurahan

Bonto Lerung

Bulutana

Gantarang

Garassi

Malino

Pattapang

73.06.03

Tompobulu

2

6

Desa

Bontobuddung

Datara

Garing

Rappoala

Rappolemba

Tanete

Kelurahan

Cikoro

Malakaji

73.06.10

Tombolo Pao

1

8

Desa

Balassuka

Bolaromang

Erelembang

Kanreapia

Mamampang

Pao

Ta'binjai

Tonasa

Kelurahan

Tamaona


TOTAL

46

121



Ekonomi

Pertambangan

Bahan-bahan galian golongan C di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Jenebarang, seperti pasirbatu kali dan kerikil secara turun-temurun mampu memberikan nafkah bagi penduduk sekitarnya. Kontribusi sektor ini dalam kegiatan ekonomi tahun 2000 nilainya mencapai Rp. 105,4 miliar atau 9,13 persen, tetapi sumbangan sektor ini terhadap kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) cukup signifikan.

Pada tahun anggaran 2001, Pemkab menargetkan Rp. 2,03 miliar dari pajak bahan galian golongan C untuk mengisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kegiatan penggalian memang cukup besar karena selain tersedianya material dari DAS, juga ada batu gunung dan tanah liat. Truk-truk lalu-lalang mengangkut material ini di sepanjang jalan protokol yang menghubungkan Kabupaten Gowa dengan Kota Makassar.

Bahan galian memang mampu memberikan pemasukan yang besar bagi kas Pemkab Gowa. Pos pajak ini mendominasi pendapatan hingga mencapai 65 persen dalam PAD tahun anggaran 2001 yang besarnya Rp. 3,11 miliar.

Pertanian

Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor pertanian. Pekerjaan utama penduduk kabupaten yang pada tahun 2000 lalu berpendapatan per kapita Rp. 2,09 juta ini adalah bercocok tanam, dengan sub sektor pertanian tanaman pangan sebagai andalan. Sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 45 persen atau senilai Rp. 515,2 miliar. Lahan persawahan yang tidak sampai 20 persen (3,640 hektare) dari total lahan kabupaten mampu memberikan hasil yang memadai. Dari berbagai produksi tanaman pertanian seperti padi dan palawija, tanaman hortikultura menjadi primadona.

Kecamatan-kecamatan yang berada di dataran tinggi seperti Parangloe, Bungaya dan terutama Tinggimoncong merupakan sentra penghasil sayur-mayur. Sayuran yang paling banyak dibudidayakan adalah kentangkubissawi, bawang daun dan buncis. Per tahunnya hasil panen sayur-sayuran melebihi 5.000 ton. Sayuran dari Kabupaten Gowa mampu memenuhi pasar Kota Makassar dan sekitarnya, bahkan sampai ke Pulau Kalimantan dan Maluku melalui Pelabuhan Parepare dan Pelabuhan Mamuju.

Selain bertani sayur yang memiliki masa tanam pendek, petani Gowa juga banyak yang bertani tanaman umur panjang. Salah satunya adalah tanaman markisa (Fassifora sp). Mengunjungi Makassar kurang afdal rasanya kalau tidak membawa buah tangan sirup atau juice markisa. Jika kita melihat pemandangan di bandara atau pelabuhan, kebanyakan para calon penumpang yang akan meninggalkan Makassar membawa sari buah beraroma segar ini.

Tanaman yang berasal dari daratan Amerika Selatan ini identik dengan Sulawesi Selatan. Desa Kanreapia, Kecamatan Tinggimoncong merupakan salah satu daerah penghasil markisa di Kabupaten Gowa. Sayangnya markisa yang rasa buahnya manis asam dan mampu menggerakkan industri kecil makanan dan minuman ini kini mulai kurang diminati petani. Menanam markisa memang tidak mudah, kecuali karena masa tanamnya panjang dan memerlukan perawatan khusus, seperti tinggi permukaan tanah, pupuk dan obat-obatan yang cukup mahal.

Selain itu harga markisa juga tidak stabil dan cenderung terus menurun. Tanaman merambat ini memiliki satu masa panen per tahun (November-Januari) dengan produksi sekitar 300.000 buah per hektare. Jika harga pada masa panen raya, satu kilo (kurang lebih 25 buah) hanya Rp. 500,- sampai Rp. 800,- sehingga para petani hanya menerima Rp 6,0 juta sampai Rp 9,6 juta per hektarenya. Keadaan ini yang mendorong luas tanam markisa terus menurun. Pada tahun 1996 terdapat 1.241 hektare dengan produksi 21.861 ton. Empat tahun kemudian luas tanam menjadi 854 hektare dengan produksi 7.189 ton. Petani banyak beralih tanam dari markisa ke sayuran karena lebih pendek masa tanamnya.

Pariwisata

Wisata Religi

1.    Masjid Katangka

2.    Makam Sultan Hasanuddin

3.    Makam Arung Palakka

4.    Makam Syech Yusuf

5.    Makam Datu Ri Panggentungan

6.    Wisata Sejarah

7.    Kompleks Istana Balla Lompoa

8.    Benteng Somba Opu

9.    Gowa Discovery Park

 

Wisata Alam

1.    Air Terjun Parang Loe, merupakan air terjun yang berada di Desa BelapunrangaKecamatan Parangloe. Air terjun ini merupakan salah satu yang paling indah di Sulawesi Selatan karena memiliki karakteristik air terjun yang bertingkat dengan susunan batu yang menarik. Tempat ini masih sangat alami dan masih jarang yang mengunjunginya. Untuk sampai dilokasi harus melewati jalan berbatu dan menuruni jalan setapak yang lumayan terjal. Air terjun ini berada tidak jauh dari jalan poros Makassar-Malino dan berjarak kurang lebih 25 kilometer dari Kota Makassar.

2.     Air Terjun Tombolo Pao, atau biasa juga disebut Air terjun Bantimurung Gallang. Terletak di Desa PaoKecamatan Tombolo Pao atau sekitar kurang lebih 10 kilometer dari Kota Malino. Air Terjun ini sangat indah dan mudah untuk diakses.

3.        Air Terjun Takapala

4.        Air Terjun Lembanna

5.        Air Terjun Ketemu Jodoh

6.        Permandian Lembah Biru

7.        Bendungan Bili-Bili

8.        Hutan Wisata Malino (Hutan Pinus)

9.        Perkebunan Teh

10.    Perkebunan Markisa

11.    Danau Mawang

Wisata Minat Khusus

1.   Rumah Hijau Denassa (RHD) area konservasi keanekaragaman hayati yang dikenal sebagai taman ekologi terletak di Borongtala, Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Bontonompo berjarak 19 Km dari Sungguminasa, ibukota Kabupaten Gowa.

2.    Kebun Denassa (Denassa Botanical Garden) di Kelurahan BontonompoKecamatan Bontonompo.

Olahraga

Sarana Olahraga

1.    Lapangan Golf Padivalley

2.    Syech Yusuf Discovery

3.    Stadion Kalegowa

4.    Lapangan Sepak Takrow di Bontorikong, Desa Bontolangkasa, Kecamatan Bontonompo

5.    Klub olahraga

6.    Persigowa




 

Komunikasi

1.    Stasiun radio

2.    Radio Gama 93,7 FM

3.    Radio Rewako 100,4 FMm

Kesultanan Gowa

Gowa (juga dieja Goa) atau Bate Salapang (bahasa Makassarᨅᨈᨙᨔᨒᨄ Baté Salapang “Sembilan Panji”) adalah sebuah kerajaan dan kesultanan yang berpusat di daerah Sulawesi Selatan, tepatnya di jazirah selatan dan pesisir barat semenanjung yang mayoritasnya didiami oleh suku Makassar. Wilayah inti bekas kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten GowaKotamadya Makassar dan Kabupaten Takalar saat ini.

Berawal dari chiefdom atau banua yang didirikan pada awal abad ke-14, Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaannya bersama Kerajaan Tallo sekitar tahun 1511 hingga 1669, ketika kerajaan ini memegang hegemoni militer dan perdagangan atas wilayah timur Nusantara, termasuk di antaranya sebagian besar Sulawesi, beberapa bagian dari Maluku dan Nusa Tenggara, serta pesisir timur Kalimantan. Dalam prosesnya menjadi kekaisaran maritim, Kerajaan Gowa mengembangkan berbagai inovasi dalam bidang pemerintahan, ekonomi dan militer. Perubahan sosial budaya yang drastis juga terjadi seiring mengeratnya hubungan antara Kerajaan Gowa dan dunia luar, terutama setelah Kerajaan Gowa mengadopsi Islam sebagai agama resmi pada awal 1607.

Kekalahan Kerajaan Gowa dalam Perang Makassar yang terjadi pada tahun1669 mengakibatkan lepasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa di luar Sulawesi Selatan, sementara sebagian kecil wilayahnya diberikan kepada VOC. Meski begitu, Kerajaan Gowa tetap bertahan sebagai negeri merdeka hingga awal abad ke-20, ketika pemerintah kolonial Belanda mengalahkan Gowa dalam Ekspedisi Sulawesi Selatan dan menjadikannya daerah jajahan.

Warisan Kesultanan Gowa

Kapal Palari, Pelabuhan Paotere, kota Makassar, Sulawesi selatan, Kapal Phinisi,Aksara Lontara, Benteng Somba Opu, Benteng Ujung Pandang (Rotterdam), Tari Pakarena, Sinrilik, Tunrung Pakanjara'

Sejarah awal Gowa dan Tallo

Catatan sejarah Gowa yang ditulis dalam bahasa dan aksara Makassar

Naskah Lontara Patturioloang Gowa menyebutkan bahwa keturunan penguasa Kerajaan/Kesultanan Gowa berawal dari perkawinan Tumanurung yang secara harafiah dapat diartikan orang tidak diketahui asal muasalnya secara pasti dengan seorang bangsawan yang hanya dikenali dengan Karaeng Bayo", sebagai perkawinan antara wanita bangsawan setempat dan penguasa. Bangsawan-bangsawan Bate Salapanga di Gowa pun bersepakat membentuk negeri dan mengangkat mereka berdua suami-istri sebagai penguasa. Bukti genealogis dan arkeologis mengisyaratkan bahwa pembentukan negeri Gowa terjadi pada sekitar tahun 1320 Masehi. 

Para ahli mengaitkan kemunculan Kerajaan Gowa dan negeri-negeri di Sulawesi Selatan lainnya dengan intensifikasi pertanian dan pemusatan pemerintahan besar-besaran pada abad ke-14, yang dipicu oleh naiknya permintaan luar bagi beras Sulawesi Selatan. Kepadatan penduduk turut meningkat seiring dengan pergantian dari budaya meladang kepada budi daya padi lahan basah secara intensif. Hutan-hutan di pedalaman semenanjung pun dibuka untuk memberi tempat bagi pemukiman-pemukiman agraris baru termasuk Gowa yang awalnya juga merupakan chiefdom pedalaman yang berbasiskan budi daya padi.

Dalam perang tahta antara dua putra "Sombaya ri Gowa" atau Raja di Kerajaan Gowa yang ke-enam pada akhir abad ke-15, Batara Gowa Tuniawanga ri Parallakkenna mengalahkan saudaranya Karaeng Loe ri Sero'. Karaeng Loe ri Sero' kemudian menuju ke muara Sungai Tallo dan mendirikan negeri baru yang dikemudian hari dinamakan Tallo, yang kemudian berkembang menjadi negara maritim berbasis niaga. Hingga abad ke-16, bagian barat Sulawesi Selatan terdiri dari negeri-negeri sama kuat yang saling bersekutu dan bersaing satu sama lain, tanpa ada satu pun yang mampu menguasai keseluruhannya Putra Batara Gowa, Karaeng Tumapaʼrisiʼ Kallonna (berkuasa sekitar 1511–1546), memecahkan keadaan status quo ini dengan menaklukkan pesisir Garassi' serta menyerang setidaknya tiga belas negeri bersuku Makassar lainnya. 

Pada akhir 1530-an atau awal 1540-an, Kerajaan Gowa memenangkan perang melawan Kerajaan Tallo dan sekutu-sekutunya. Kerajaan Gowa pun menjadi negeri paling dominan di tanah suku Makassar dan diakui sebagai saudara tua oleh Kerajaan Tallo. Sombaya Tumapaʼrisiʼ Kallonna mengembangkan birokrasi kerajaan dengan menunjuk Daeng Pamatteʼ sebagai sabannaraʼ (syahbandar) pertama Penyusunan catatan sejarah serta hukum tertulis kerajaan juga dimulai pada masa pemerintahannya. Ia juga kemungkinan merupakan penguasa Kerajaan Gowa yang pertama kali membangun benteng Somba Opu.

Penguasa Kerajaan Gowa berikutnya, Karaeng Tunipalangga (memerintah sekitar 1546–1565) memperluas pengaruh Kerajaan Gowa melalui serangkaian agresi militer. Ia juga melakukan inovasi dalam bidang teknologi persenjataan dan pertahanan. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Gowa mengalahkan seluruh pesaingnya di pesisir barat dan memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah Sulawesi Tengah. Sombaya Tunipalangga juga menerima orang-orang Melayu dan Nusantara Barat lainnya untuk bermukim dan sekaligus berniaga di negerinya. Ia bahkan mengadakan perjanjian dengan salah satu pemimpin mereka dan memperbolehkan mereka untuk tinggal secara permanen di dalam wilayah Kerajaan Gowa tanpa harus mengikuti hukum adat setempat. 

Para pedagang ini kemungkinan juga turut terlibat dalam reformasi ekonomi yang berkontribusi pada kemajuan pesat Kerajaan Gowa sebagai bandar persinggahan utama di Nusantara bagian timur kala itu. Sombaya Tunipalangga juga mengembangkan birokrasi Keraiaan Gowa lebih lanjut dengan menciptakan jabatan Tumilalang atau Tumailalang yang artinya "orang di dalam" (menteri dalam negeri???) untuk mengambil alih tugas-tugas nondagang sabannaraʼ, serta mengangkat Tumakkajannangngang atau kepala pengrajin yang bertugas mengawasi pekerjaan ??? (Dari versi lain, jabatan "Tumakkajannangngang" atau lengkapnya "Anrongguru Lompona Tukkajannangnganga" adalah jabatan Panglima Angkatan perang Kerajaan/Kesultanan Gowa yang di masa pemerintahan Raja (Sultan) atau Sombaya ri Gowa ke 15, jabatan tersebut diduduki oleh putra Beliau yaitu I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla'pangkana yang dijuluki oleh admiral VOC Cornelius Spellman dengan julukan De Haantjes van Het Osten atau Ayam Jantan dari Timur, dalam bahasa Makassarnya; Jangang Pallakina Butta Irayayya, dan juga pada masa akhir Kesultanan Gowa para masa pemerintahan Sombaya ri Gowa XXXVI Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin Tumenanga ri Jongaya yang dijabat oleh salah satu kerabatnya yang bernama Andi Laoddanriu Karaeng Bontonompo) serikat-serikat pengrajin di Makassar.

Perluasan pengaruh Kerajaan Gowa di pesisir barat memicu respons agresif dari Kerajaan Bone di sebelah timur. Perang meletus pada awal 1560-an, dan baru berakhir pada 1565 dengan kekalahan Gowa. Karaeng Tunibatta, saudara dan penerus Sombaya Tunipalangga, mati dipenggal (Nibatta) oleh musuh. Selepas kematian Tunibatta, penguasa Kerajaan Tallo I Mappatakangkang Tana Daeng Padulung Tumenanga ri Makkoayang naik sebagai Tuma'bicara butta atau juru bicara negeri (perdana menteri???) pertama Gowa??? dan mengangkat Karaeng Tunijalloʼ, putra Karaeng Tunibatta, sebagai penguasa Gowa. Sejak saat itu, penguasa Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo berbagi posisi dalam memimpin keseluruhan negeri Gowa dan negeri Tallo secara bersama-sama. Karaeng Tunijalloʼ mengakhiri peperangan dengan menandatangani Perjanjian Caleppa atau "Ulu Kanaya ri Caleppa" antara Kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone, yang mempertahankan kedamaian di semenanjung selama kurang lebih enam belas tahun berikutnya. Selama itu pula, Sombaya Tunijalloʼ dan Karaeng Tumenanga ri Makkoayang melanjutkan kebijakan-kebijakan pro-perniagaan penguasa sebelumnya dan mengikat persahabatan dengan negeri-negeri lain di Nusantara.

Masa kesultanan

Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis SpeelmanVOC berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi, tetapi belum berhasil menundukkan Kesultanan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik tahta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan VOC (Kompeni).

Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perjanjian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Sultan Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan VOC, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat milik Kesultanan Gowa yaitu Benteng Somba Opu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

Kesultanan Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa ke-1, Tumanurung, hingga mencapai puncak keemasannya pada abad ke-17, hingga kemudian mengalami masa penjajahan di bawah kekuasaan Belanda. Dalam pada itu, sistem pemerintahan mengalami transisi pada masa Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, menyatakan Kesultanan Gowa bergabung menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, dan berubah bentuk dari kerajaan menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Gowa. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Kabupaten Gowa pertama.

Budaya dan masyarakat

Sebagai negara maritim, maka sebagian besar masyarakat Gowa adalah nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat Gowa memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Dan masyarakat Gowa sangat percaya dan taat terhadap norma-norma tersebut.

Di samping norma tersebut, masyarakat Gowa juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung atau Karaeng, sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Gowa banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Gowa dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Sulawesi Selatan dan terkenal hingga mancanegara.

Ekonomi

Kerajaan Makassar adalah kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di wilayah Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor yaitu : letak yang strategis, mempunyai pelabuhan yang baik jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan. Makassar berkembang menjadi pelabuhan internasional yang banyak disinggahi pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makassar.

Daftar penguasa

1.        Tumanurung Bainea (±1300)

2.        Tumassalangga Barayang

3.        I Puang Loe Lembang

4.        I Tuniata Banri

5.        Karampang ri Gowa

6.        Tunatangka'/Tunarangka' Lopi (±1400)

7.        Batara Gowa Tuniawanga ri Parallakkenna

8.        I Pakere Tau Tunijallo ri Passukki

9.        I Daeng Matanre Karaeng Manguntungi Tumapa'risi' Kallonna (1510-1546)

10.    I Manriwagau' Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga (1546-1565)

11.    I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta

12.    I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo' (1565-1590)

13.    I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tunipasulu' (1590-1593)

14.    I Mangnga'rangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna; Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639, merupakan penguasa Kesultanan Gowa pertama yang memeluk agama Islam

15.  I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung, Muhammad Said Sultan Malikussaid Tumenanga ri Papang Batunna; Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653

16. I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir Karaeng Bonto Mangngape Sultan Hasanuddin Tumenanga ri Balla'pangkana; Lahir tanggal 12 Januari 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670 , diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.

17.    I Mappasomba Daeng Uraga Sultan Amir Hamzah Tumammalianga ri Allu Lahir 31 Maret 1656, berkuasa 29 Januari 1669 hingga wafatnya 7 Mei 1674.

18.    I Mappaosong Daeng Mangngewai Karaeng Bisei 𝐒𝐮𝐥𝐭𝐚𝐧 𝐌𝐮𝐡𝐚𝐦𝐦𝐚𝐝 𝐀𝐥𝐢 Tumatea ri Jakattara; Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 3 Oktober 1674 sampai 27 Juli 1677 (di kudeta oleh VOC Belanda bersama Sekutu nya), diasingkan ke Batavia 16 September 1678 dan wafat 15 Maret 1681.

19.    I Mappadulung Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone 𝐒𝐮𝐥𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐉𝐚𝐥𝐢𝐥 Tumamenanga ri Lakiung. Berkuasa pada 27 Juli 1677- hingga wafatnya 17- September 1709.

20.    La Pareppa Tosappewalie Karaeng Anak Moncong Sultan Ismail Muhtajuddin Tumenanga ri Somba Opu. Berkuasa 16 Februari 1710, di keluarkan sebagai Raja di Gowa 24 Agustus 1712.

21.    I Mappau'rangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Tumenanga ri Pasi. Berkuasa 31 Agustus 1712.

22.    I Manrabbia Sultan Najamuddin

23.    I Mappaurangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin Tumenanga ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735

24.    I Mallawagau Sultan Abdul Chair Al Manshur (1735-1742)

25.    I Mappaba'basa' Sultan Abdul Quddus (1742-1753)

26.    Amas Madina Sultan Usman Fakhruddin Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)

27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Sultan Imaduddin Tumenanga ri Tompobalang (1767-1769)

28.    I Temassongeng I Makkaraeng Karaeng Katangka Sultan Zainuddin Tumenanga ri Mattoanging (1770-1778)

29. I Mannawarri I Sumaele Karaeng Bontolangkasa Karaeng Mangasa Sultan Abdul Hadi Tumenanga ri Lambusu'na atau ri Sambungjawa (1778-1810)

30.    I Mappatunru' I Manginnyarrang Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Rauf Tumenanga ri Katangka (1816-1825)

31.    I La Oddanriu' Daeng Mangngeppe Karaeng Katangka Sultan Abdul Rahman Tumenanga ri Suangga (1825-1826)

32. I Kumala Daeng Parani Karaeng Lembangparang Sultan Abdul Kadir Muhammad Aidid Tumenanga ri Kakoasanna (1826 - wafat 30 Januari 1893)

33.    I Malingkaang Daeng Nyonri' Karaeng Katangka Sultan Muhammad Idris Tumenanga ri Kalabbiranna (1893 - wafat 18 Mei 1895)

34.    I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tumenanga ri Bundu'na atau Somba Ilanga ri Lampanna; Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895 - 1906, di Mahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895.

35. I Mangngimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Thahir Muhibuddin Tumenanga ri Sungguminasa (1936 - 1946)

36. Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin Tumenanga ri Jongaya (1956 - 1978) sekaligus raja Gowa terakhir [55]dan menjadi bupati pertama kabupaten Gowa saat bergabung menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Suku Makasar

Suku Makassar (bahasa Makassarᨈᨘ ᨆᨀᨔᨑ, Tu Mangkasara’; Jawi: سوكو ماكاسار) adalah kelompok etnis yang mendiami pesisir selatan pulau Sulawesi, meliputi wilayah Kota MakassarKabupaten GowaKabupaten MarosKabupaten TakalarKabupaten JenepontoKabupaten Bantaeng, dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Suku Makassar juga mendiami sebagian wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, dan sebagian besar wilayah Kabupaten Bulukumba. Suku Makassar adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi.

Sumber-sumber Portugis pada permulaan abad ke-16 telah mencatat nama Makassar ”Macaçar”. Pada tahun 1511, Daeng Matanre Karaeng Tumapakrisik Kallongna, Raja Gowa ke-9 mendirikan kota Makassar atau lebih dikenal dengan nama Benteng Somba Opu. Dan pada abad itu pula, Makassar sebagai ibu kota sudah dikenal oleh bangsa asing. Bahkan dalam syair ke-14 Nagarakertagama karangan Prapanca (1365) nama Makassar "Pulau-pulau Makassar" atau Pulau Sulawesi telah tercantum.

Etimologi

Dari segi etimologi, Makassar berasal dari kata Mangkasara' ᨆᨀᨔᨑ yang terdiri dari morfem prefiks adjektif mang- dan morfem kata kasara' ᨀᨔᨑ (tampak, timbul, wujud, nyata, jelas) yang secara keseluruhan mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (Jujur). Sementara dari segi terminologi, kata ‘Mangkasarak’ terdapat pada nama suku bangsa, nama kerajaan, nama selat, dan nama kota.

Sejarah

Suku Makassar ini adalah etnis yang berjiwa penakluk dan pemberani namun demokratis dalam memerintah, gemar berperang dan jaya di laut. Tak heran dimulai pada tahun 1512 hingga 1699 dengan simbol Kerajaan Gowa, mereka berhasil membentuk satu wilayah kerajaan yang luas dengan kekuatan armada laut yang besar berhasil membentuk suatu Imperium bernafaskan Islam, mulai dari Sulawesi, kalimantan bagian Timur, NTT, NTB, Maluku, Brunei, Filipina bagian selatan hingga Australia bagian utara. Mereka menjalin Traktat dengan Bali, kerjasama dengan Malaka dan Banten dan seluruh kerajaan lainnya dalam lingkup Nusantara maupun Internasional (khususnya Portugis). Kerajaan ini juga menghadapi perang yang dahsyat dengan Belanda hingga kejatuhannya akibat adu domba Belanda terhadap kerajaan taklukannya.

Suku bangsa Makassar meninggalkan jejak nama Kampung dibeberpa negara seperti Macassan Beach atau Pantai Makassar di Australia bagian Utara sebelum abad ke-17 oleh pelaut Teripang. Dinegara Timor Leste pada tahun 1641 oleh Sultan Mudaffar Raja Tallo dengan nama Pante Macassar.

Dinegeri Jiran Malaysia dengan nama Kampung Mengkasar (Makassar), pada tahun 1722 oleh Karaeng Aji. Mengkasar adalah penyebutan orang Melayu untuk nama Makassar. Kampung ini kelak melahirkan generasi Karaeng Aji yang bernama Tun Abdul Razak dan Najib Razak sebagai Perdana Menteri Malaysia.

Di Negeri Pagoda Thailand pada tahun 1686 oleh Daeng Mangalle dengan nama Makkasan di jantung ibukota Bangkok. Di ujung selatan benua Afrika sebuah kota kecil bernama Macassar Cape Twon , di Afrika Selatan oleh Syehk Yusuf al Makassari Tuanta Salamaka, Kampung Makassar ini berdiri sejak tahun 1694.

Perbedaan Makassar dengan Bugis

Banyak yang mengira bahwa Makassar adalah identik dan serumpun dengan suku Bugis karena marak dan populernya akan istilah "Bugis Makassar". Hingga pada akhirnya kejatuhan kerajaan Gowa Tallo [Makassar] pada VOC Belanda yang dibantu oleh para loyalitas lokalnya. Segala potensi Makassar dimatikan, mengingat suku ini terkenal sangat keras menentang Belanda. Di mana pun mereka bertemu Belanda, pasti diperanginya.

Beberapa tokoh sentral Gowa yang menolak menyerah seperti Karaeng Galesong, Karaeng Bontomarannu, Karaeng Karunrung, Sultan Harun al Rasyid Raja Tallo dan Daeng Mangalle hijrah ke Tanah Jawa. Dibawah komando Karaeng Galesong bersama armada lautnya yang perkasa, memerangi setiap kapal Belanda yang mereka temui. Oleh karena itu, Belanda yang saat itu di bawah pimpinan Spellman menjulukinya dengan "Si-Bajak-Laut".

Segi linguistik

Dari segi linguistikbahasa Makassar dan bahasa Bugis berbeda, walau kedua bahasa ini termasuk dalam Rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam kelompok ini, bahasa Makassar masuk dalam sub-kelompok yang sama dengan bahasa Bentong, Konjo dan Selayar, sedangkan bahasa Bugis masuk dalam sub-kelompok yang sama dengan bahasa Campalagian dan dua bahasa yang ditutur di pulau Kalimantan yaitu bahasa Embaloh dan bahasa Taman. Perbedaan antara bahasa Bugis dan Makassar ini adalah salah satu ciri yang membedakan kedua suku tersebut.

 

----- ooooo oOo ooooo -----

Sumber : Google Wikipedia

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA

  KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA Orientasi Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah sebuah kabupaten di Provinsi S...