Kamis, 31 Maret 2016

Kisah Nabi Musa, a.s. 02




Kisah Nabi Musa, a.s dalam versi Islam

Asal-Usul Nabi Musa, a.s.

Nabi Musa, a.s. mendapat julukan KalimAllah (كليم الله, Kalimullāh) yang artinya "orang yang diajak bicara oleh Allah". Bahkan tidak jarang dia berdialog dengan Allah, dialog antara seorang hamba yang sangat dekat dengan Sang Kekasih Yang Maha Pengasih.

Musa bin Imran bin Fahis bin 'Azir bin Lawi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Sedangkan nama ibunda Musa memiliki nama Yukabad, pendapat lain mengatakan namanya adalah Yuhanaz Bilzal. Kemudian Musa menikah dengan puteri Syu’aib yaitu Shafura (Shafrawa/Safora/Zepoporah) dan memiliki keturunan berjumlah 4 orang, mereka adalah Alozar, Fakhkakh, Mitha, Yasin, Ilyas.

Wujud Fisik
Dikatakan dalam kisah Muhammad di perjalanannya menuju Sidrat al-Muntaha, ketika ia sampai di Langit Al-Khaliishah (Keenam), bahwa Muhammad melihat Musa memiliki postur tinggi dan kekar, berambut lebat, memiliki jenggot putih panjang menutupi dadanya, rambutnya hampir menutupi badannya dan sembari memegang tongkat.

Kelahiran

Musa diutus Allah untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Ia merupakan anak Imran dan Yukabad binti Qahat, dan bersaudara dengan Harun, dilahirkan di Mesir pada pemerintahan Maneftah (Merneptah atau Merenptah) adalah penguasa ke-4 dinasti ke-19 Mesir Kuno. Ia menguasai Mesir selama hampir sepuluh tahun antara 1213 hingga 1203 SM), sedangkan beberapa pendapat ia adalah ayah dari Maneftah yaitu Ramses Akbar (Ramses II (juga disebut Ramses yang Agung; bahasa Inggris: Ramesses II) adalah firaun Mesir ketiga yang berasal dari dinasti ke-19. Ia sering dianggap sebagai firaun terbesar dan terkuat dalam sejarah Mesir Kuno).

Sebagai firaun, Ramses II memimpin beberapa ekspedisi ke Israel, Lebanon dan Suriah. Ia juga memimpin ekspedisi ke Nubia.

Pada awal kekuasaannya, ia fokus dalam pembangunan kota, kuil dan monumen. Ramses II mendirikan kota Pi-Ramesses di Delta Sungai Nil sebagai ibukota barunya dan basis utama untuk kampanye militernya di Suriah.

Mimpi Fir’aun
Pada masa kelahiran Nabi Musa a.s, Firaun membuat peraturan untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir. Tindakan itu diambil karena dia sudah terpengaruh oleh paranormal kerajaan yang menafsirkan mimpinya. Firaun bermimpi Mesir terbakar dan penduduknya mati, kecuali Bani Israel, sedangkan paranormalnya mengatakan kekuasaan Fir'aun akan jatuh ke tangan seorang laki-laki dari bangsa Israel. Karena cemas, dia memerintahkan setiap rumah digeledah dan jika menemukan bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh.

Yukabad melahirkan seorang bayi laki-laki (Musa), dan kelahiran itu dirahasiakan. Karena risau dengan keselamatan Musa, akhirnya Musa dihanyutkan ke Sungai Nil ketika berusia 3 bulan, setelah mendapatkan Ilham dari Allah, Allah swt. berfirman :

...dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. (Al-Qashash 28:7)

Kemudian Musa ditemukan oleh Asiyah istri Firaun, yang sedang mandi dan kemudian membawanya ke istana. Melihat istrinya membawa seorang bayi laki-laki, Firaun ingin membunuh Musa. Istrinyapun berkata: “Jangan membunuh anak ini karena aku menyayanginya. Lebih baik kita mengasuhnya seperti anak kita sendiri karena aku tidak mempunyai anak.” Dengan kata-kata dari istrinya tersebut, Firaun tidak sampai hati untuk membunuh Musa. Allah swt. berfirman:

..dan berkatalah isteri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak", sedang mereka tiada menyadari. (Al-Qashash 28:9)

Musa Bertemu Ibunya

Kemudian istri Firaun mencari pengasuh, tapi tidak seorang pun yang dapat menyusui Musa dengan baik, dia menangis dan tidak mau disusui. Selepas itu, ibunya sendiri mengajukan diri untuk mengasuh dan membesarkannya di istana Firaun. Diceritakan dalam Al-Quran:

Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Al-Qashash 28:13)

Pada suatu hari, Firaun memangku Musa yang masih kanak-kanak, tetapi tiba-tiba janggutnya ditarik Musa hingga dia kesakitan, lalu berkata: “Wahai istriku, mungkin anak inilah yang akan menjatuhkan kekuasaanku.” Istrinya berkata: “Sabarlah, dia masih anak-anak, belum berakal dan belum mengetahui apa pun.” Sejak berusia tiga bulan hingga dewasa Musa tinggal di istana itu sehingga orang memanggilnya Musa bin Firaun. Nama Musa sendiri diberi keluarga Firaun. “Mu” berarti air dan “sa” adalah tempat penemuannya di tepi sungai Nil.

Musa membunuh seseorang
Kisah permasalahan Musa bermula disebabkan satu peristiwa besar yang membuatnya pergi dari Mesir, di mana pada suatu hari ketika Musa sedang melihat-lihat di sekitar kota Memphis, ia melihat dua laki-laki sedang berkelahi, masing-masing dari kalangan Bani Israel bernama Samiri dan bangsa Mesir bernama Fatun. Melihatkan keributan itu Musa berusaha mendamaikan mereka, tetapi ditepis oleh Fatun. Tanpa menunda Musa lalu memukul kepala Fatun, sehingga Fatun tersungkur dan tewas.

Ketika laki-laki itu tewas karena tindakannya, kemudian Musa memohon ampunan kepada Allah seperti dinyatakan dalam al-Quran:

Musa mendoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Qashash 28:16)

Pernikahan Musa
Tetapi, tidak lama kemudian orang banyak mengetahui kematian Fatun disebabkan oleh Musa dan berita itu turut disampaikan kepada pemimpin kanan Firaun. Akhirnya mereka berusaha untuk menangkap Musa. Karena terdesak, Musa mengambil keputusan keluar dari Mesir. Ia berjalan tanpa arah dan tujuan, tetapi selepas delapan hari, dia sampai di kota Madyan, yaitu kota Nabi Syu'aib, di timur Semenanjung Sinai dan Teluk Aqabah di selatan Palestina.

Musa tinggal di rumah Nabi Syu’aib beberapa lama, sehingga ia menikah dengan anak gadisnya bernama Shafura. Selepas menjalani kehidupan suami istri di Madyan, Musa meminta izin Syu’aib untuk pulang ke Mesir. Dalam perjalanan itu, akhirnya Musa dan isterinya tiba di Bukit Sinai. Dari jauh, dia melihat api, lalu ia berpikir ingin mendapatkannya untuk dijadikan obor penerang jalan. Musa meninggalkan istrinya sebentar untuk mendapatkan api itu. Ketika sampai di tempat nyala api tersebut, dia melihat api menyala pada sebatang pohon, tetapi api itu tidak membakar pohon itu. Hal ini membuat Musa bingung dan seketika itu terdengar suara wahyu Tuhan. “....Wahai Musa sesungguhnya Aku Allah, yaitu Tuhan semesta alam.”

Firman-Nya lagi: “...dan lemparkan tongkatmu, apabila tongkat itu menjadi ular Musa melihatnya bergerak seperti seekor ular, dia berundur tanpa menoleh. Wahai Musa datanglah kepada-Ku, janganlah kamu takut, sungguh kamu termasuk orang yang aman.”

Selepas itu Allah berfirman lagi kepada Musa, maksudnya: “Masukkan tanganmu ke leher bajumu, pasti keluar putih bersinar dan dekapkan kedua tanganmu ke dada kerana ketakutan....” Tongkat menjadi ular dan tangan putih berseri-seri itu adalah dua mukjizat yang dikurniakan Allah kepada Musa.

Nabi Musa, a.s. Kembali ke Mesir

Ketika dia dalam perjalanan pulang dari Madyan ke Mesir, bagi menghadapi Firaun dan pengikutnya yang fasik. Firaun cukup marah mengetahui kepulangan Musa yang mau membawa ajaran lain daripada yang diamalkan selama ini sehingga memanggil semua ahli sihir untuk mengalahkan dua mukjizat berkenaan. Ahli sihir Firaun masing-masing mengeluarkan keajaiban, ada antara mereka melempar tali lalu menjadi ular. Namun, semua ular yang dibawa ahli sihir itu ditelan ular besar yang berasal daripada tongkat Musa.

Firman Allah bermaksud: “...dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, pasti ia akan menelan apa yang mereka buat. Sesungguhnya apa yang mereka buat itu hanya tipu daya tukang sihir dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang.”

Semua keajaiban ahli sihir itu dihancurkan Musa menggunakan dua mukjizat berkenaan, menyebabkan sebagian dari kalangan pengikut Firaun, termasuk istrinya mengikuti ajaran yang dibawa Musa. Melihatkan ahli sihir dan sebagian pengikutnya beriman dengan ajaran Nabi Musa, Firaun marah, lalu menghukum golongan berkenaan. Manakala istrinya sendiri disiksa hingga meninggal dunia.

Nabi Musa bersama orang beriman terpaksa melarikan diri sehingga mereka sampai di Laut Merah. Namun, Firaun dan tentaranya yang sudah mengamuk mengejar mereka dari belakang, tetapi semua mereka mati tenggelam di dasar Laut Merah.

“...dan ingatlah ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan.” (Al Baqarah 2:50)

Nabi Musa, a.s. bermunajat di bukit Sina
Selepas keluar dari Mesir, Nabi Musa bersama sebahagian pengikutnya dari kalangan Bani Israel menuju ke Bukit Sina untuk mendapatkan kitab panduan daripada Allah. Namun, sebelum itu Musa disyaratkan berpuasa selama 30 hari pada Zulkaedah. Ketika mahu bermunajat, dia beranggapan bau mulutnya kurang menyenangkan. Ia menggosok gigi dan mengunyah daun kayu, lalu perbuatannya ditegur malaikat dan dia diwajibkan berpuasa 10 hari lagi. Dengan itu puasa Musa genap 40 hari.

Sewaktu bermunajat, Musa berkata: “Ya Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku supaya aku dapat melihatMu.” Allah berfirman: “Engkau tidak akan sanggup melihatKu, tetapi coba lihat bukit itu. Jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya seperti sediakala, maka niscaya engkau dapat melihatku.” Musa terus memandang ke arah bukit yang dimaksudkan itu dan dengan tiba-tiba bukit itu hancur hingga masuk ke perut bumi, tanpa meninggalkan bekasnya. Musa terperanjat dan gementar seluruh tubuh lalu pingsan.

Nabi Musa, a.s. mendapat 10 Perintah Tuhan

Ketika sadar, Musa terus bertasbih dan memuji Allah, sambil berkata: “Maha besarlah Engkau ya Tuhan, ampuni aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang pertama beriman kepadaMu.” Sewaktu bermunajat, Allah menurunkan kepadanya kitab Taurat. Menurut ahli tafsir, ketika kitab itu berbentuk kepingan batu atau kayu, namun padanya terperinci segala panduan ke jalan diridhai Allah. Kesepuluh Perintah Tuhan itu mengandung sejumlah pernyataan-penyataan wajib yang secara total lebih dari 10. Tetapi, Kitab Suci sendiri menunjukkan perhitungan "10", menggunakan frasa 'aserethad'varim diartikan sebagai 10 kata, pernyataan, atau benda. Agama-agama yang bermacam-macam mengelompokkan pernyataan-penyataan wajib tersebut sehingga menjadi 10 bagian.

Berikut isi sepuluh perintah tersebut sebagai berikut :

1. Akulah Tuhan, Allahmu. Jangan ada padamu tuhan lain selain-Ku.
2. Jangan membuat bagimu patung (sembahan) yang menyerupai apapun.
3. Jangan menyebut nama Tuhan: Allahmu, dengan sembarangan.
4. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat.
5. Hormatilah ayah dan ibumu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzina.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.
10. Jangan mengingini milik sesamamu (mengingini istri, atau hamba laki-lakinya, atau hamba perempuannya, atau lembunya, atau keledainya, atau hartanya, atau apapun yang dipunyai sesamamu).

Samiri dan berhalanya

Sebelum Musa pergi ke bukit itu, dia berjanji kepada kaumnya tidak akan meninggalkan mereka lebih 30 hari. Tetapi Nabi Musa tertunda 10 hari, karena terpaksa mencukupkan 40 hari puasa. Bani Israel kecewa dengan kelewatan Musa kembali kepada mereka. Ketiadaan Musa membuatkan mereka seolah-olah dalam kegelapan dan ada antara mereka berpikir keterlaluan dengan menyangka dia tidak akan kembali lagi.

Dalam keadaan tidak menentu itu, seorang ahli sihir dari kalangan mereka bernama Samiri mengambil kesempatan menyebarkan perbuatan syirik. Dia juga mengatakan Musa tersesat dalam mencari tuhan dan tidak akan kembali. Ketika itu juga, Samiri membuat anak sapi dari emas. Dia memasukkan segumpal tanah, bekas dilalui tapak kaki kuda Jibril ketika mengetuai Musa dan pengikutnya menyeberangi Laut Merah. Patung itu dijadikan Samiri bersuara.(Menurut cerita, ketika Musa dengan kudanya mau menyeberangi Laut Merah bersama kaumnya, Jibril ada di depan terlebih dulu dengan menaiki kuda betina, kemudian diikuti kuda jantan yang dinaiki Musa dan pengikutnya. Kemudian Samiri menyeru kepada orang ramai: “Wahai kawan-kawanku, rupanya Musa sudah tidak ada lagi dan tidak ada gunanya kita menyembah Tuhan Musa itu. Sekarang, mari kita sembah anak sapi yang diperbuatkan dari pada emas ini. Ia dapat bersuara dan inilah tuhan kita yang patut disembah.”

Selepas itu, Musa kembali dan melihat kaumnya menyembah patung anak sapi. Ia marah dengan tindakan Samiri. Firman Allah: “Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: wahai kaumku, bukankah Tuhanmu menjanjikan kepada kamu suatu janji yang baik? Apakah sudah lama masa berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki supaya kemurkaan Tuhanmu menimpamu, kerana itu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku.”

Musa bertanya Samiri, seperti diceritakan dalam al-Quran: “Berkata Musa; apakah yang mendorongmu berbuat demikian Samiri? Samiri menjawab: Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam tanah (bekas tapak Jibril) lalu aku masukkan dalam patung anak sapi itu. Demikianlah aku menuruti dorongan nafsuku.”

Kemudian Musa berkata: “Pergilah kamu dan pengikutmu daripadaku, patung anak sapi itu akan aku bakar dan lemparkannya ke laut, sesungguhnya engkau akan mendapat siksa.”

Keinginan Bani Israil melihat Tuhan

Umat Nabi Musa bersifat keras kepala, hati mereka tertutup oleh kekufuran, malah gemar melakukan perkara terlarang, sehingga sanggup menyatakan keinginan melihat Allah, baru mau beriman. Firman Allah:

...dan ingatlah ketika kamu berkata: Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikannya. Selepas itu Kami bangkitkan kamu selepas mati, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah 2:55-56)

Sifat asli Bani Israil

Allah memberikan banyak nikmat kepada Bani Israel, antaranya dibebaskan dari pada kezaliman Firaun, menjalani kehidupan di kawasan subur, mempunyai Taurat dan rasul di kalangan mereka, tetapi mereka tidak bersyukur, malah memberikan banyak alasan. Mereka juga membelakangi wahyu Allah kepada Musa supaya berpindah ke Palestina. Alasan diberikan karena mereka takut menghadapi suku Kan’an. Telatah Bani Israel yang pengecut itu menyedihkan hati Musa, lalu dia berdoa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang fasik yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu.”

Hukuman Bani Israel yang menolak perintah itu ialah Allah mengharamkan mereka memasuki Palestina selama 40 tahun dan selama itu mereka berkeliaran di atas muka bumi tanpa tempat tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sehingga semuanya musnah. Palestina kemudian dihuni oleh generasi baru.

Bani Israel juga menghina rasul mereka, yang dapat dilihat melalui kisah sapi seperti dalam surah al-Baqarah: “...dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih sapi betina. Mereka berkata; apakah kamu hendak menjadikan kami bahan ejekan...”

Pertemuan Musa dengan orang saleh
Ditengah-tengah khutbahnya Musa dihadapan Bani Isroil, ada salah seorang yang bertanya kepada Musa, dengan pertanyaannya, apakah ada manusia yang paling pandai saat ini. Musa hanya menjawab dialah orang yang pandai dimuka bumi ini. Dengan pernyataan Musa inilah Allah Maha Mendengar siapa yang berkata baik dengan diucapkan maupun tidak.

Allah langsung menegur Musa dengan firmanNya," Wahai Musa, Aku mempunyai hamba yang lebih pandai dari kamu" Setelah Musa mendapat teguran Allah, dia sangat terkejut dan dengan tunduk berkata," Dimanakah kami dapat bertemu hambaMu yang lebih pandai dari aku". Kemudian Allah menjawab," Hamba-Ku bisa ditemui disuatu tempat yang disebut Majma Al Bahrain". Dari sinilah awal pencarian Musa untuk bertemu hamba Allah yang lebih pandai darinya yang kita kenal dengan Nabi Khidir.

Musa meninggal dunia ketika berusia 120 tahun, tetapi ada pendapat menyatakan usianya 150 tahun di Bukit Nabu’, tempat diperintahkan Allah untuk melihat tempat suci yang dijanjikan, yaitu Palestina, tetapi dia tidak sempat memasukinya.

Kisah sepupu Musa (Qorun)

Dalam Al Qur'an surat Al-Qasas: 76-82, disebutkan bahwa ada salah seorang pengikut yang masih sanak famili Musa yang sangat kaya, bernama Qarun. Meskipun sangat kaya, namun ia tidak mau menyedekahkan hartanya bagi fakir miskin. Nasihat-nasihat Musa tidak dipedulikannya, bahkan ia sering mengejek dan memfitnah Musa.

Guna memberi pelajaran pada Qarun dan memberi contoh pada kaumnya, Musa memanjatkan doa agar Allah menurunkan azabnya pada diri hartawan itu. Allah lalu memberi azab dengan menguburkan semua harta kekayaan beserta diri Qarun melalui bencana tanah longsor yang dahsyat. Selain di dalam surah Al-Qasas, nama Qarun disebutkan di dalam surah Al-'Ankabut dan surah Al-Mu’min.

Asal-Usul Qorun

Qarun (Bahasa Arab قارون ) adalah salah seorang sepupu Musa, berasal dari Bani Israel. Qarun disebut dalam Al-Quran sebanyak empat kali, dua kali di surah Al-Qasas, satu kali di surah Al-'Ankabut dan satu kali di surah Al-Mu’min.

Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa. Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi, Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/ Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Qarun (Bahasa Arab قارون ) adalah salah seorang sepupu Musa, berasal dari Bani Israel. Qarun disebut dalam Al-Quran sebanyak empat kali, dua kali di surah Al-Qasas, satu kali di surah Al-'Ankabut dan satu kali di surah Al-Mu’min.

Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa. Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi, Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/ Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Awal kehidupan Qarun sangatlah miskin dan memiliki banyak anak. Sehingga pada suatu kesempatan ia meminta Musa untuk mendoakannya kepada Allah, yang ia pinta adalah kekayaan harta benda dan permintaan tersebut dikabulkan oleh Allah.

Dikisahkan pula dalam Al-Qur'an dia juga sering mengambil harta dari Bani Israel yang lain dan dia memiliki ribuan gudang harta melimpah ruah, penuh berisikan emas dan perak. Begitu kayanya Qarun, sehingga kunci-kunci harta bendanya harus dipikul oleh beberapa orang yang kekar, terlalu berat untuk dibawa oleh satu orang. Para tetangga dan orang sekelilingnya ingin sekali memiliki apa yang dimiliki Qarun.

Menurut kisah Islam, Qarun ingkar atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya, yang pada akhirnya ia diberi azab oleh Allah, tertimbun beserta harta bendanya kedalam tanah dalam waktu semalam. Tempat Qarun ditenggelamkan bersama dengan harta dan pengikutnya telah menjadi danau yang dikenal sebagai Danau Qarun atau dalam bahasa Arab Bahirah Qarun. Yang tersisa hanya puing-puing istana Qarun yang teletak di daerah Al Fayyum, Mesir.

Kisah Qarun inilah yang menjadikan inspirasi legenda harta-harta yang terpendam bawah tanah atau harta karun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA

  KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA Orientasi Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah sebuah kabupaten di Provinsi S...